Selasa, 20 September 2011

The Lost Atlantis ?

Mitos tentang Peradaban Atlantis pertama kali dicetuskan oleh seorang filsafat Yunani kuno bernama Plato (427 – 347 SM) dalam buku Critias dan Timaeus. Dalam buku Timaeus Plato menceritakan bahwa dihadapan selat Mainstay Haigelisi, ada sebuah pulau yang sangat besar, dari sana kalian dapat pergi ke pulau lainnya, di depan pulau-pulau itu adalah seluruhnya daratan yang dikelilingi laut samudera, itu adalah kerajaan Atlantis. Ketika itu Atlantis baru akan melancarkan perang besar dengan Athena, namun di luar dugaan Atlantis tiba-tiba mengalami gempa bumi dan banjir, tidak sampai sehari semalam, tenggelam sama sekali di dasar laut, negara besar yang melampaui peradaban tinggi, lenyap dalam semalam. Dibagian lain pada buku Critias adalah adik sepupu dari Critias mengisahkan tentang Atlantis. Critias adalah murid dari ahli filsafat Socrates, tiga kali ia menekankan keberadaan Atlantis dalam dialog. Kisahnya berasal dari cerita lisan Joepe yaitu moyang lelaki Critias, sedangkan Joepe juga mendengarnya dari seorang penyair Yunani bernama Solon (639-559 SM). Solon adalah yang paling bijaksana di antara 7 mahabijak Yunani kuno, suatu kali ketika Solon berkeliling Mesir, dari tempat pemujaan makam leluhur mengetahui legenda Atlantis. Garis besar kisah pada buku tersebut Ada sebuah daratan raksasa di atas Samudera Atlantik arah barat Laut Tengah yang sangat jauh, yang bangga dengan peradabannya yang menakjubkan. Ia menghasilkan emas dan perak yang tak terhitung banyaknya. Istana dikelilingi oleh tembok emas dan dipagari oleh dinding perak. Dinding tembok dalam istana bertahtakan emas, cemerlang dan megah. Di sana, tingkat perkembangan peradabannya memukau orang. Memiliki pelabuhan dan kapal dengan perlengkapan yang sempurna, juga ada benda yang bisa membawa orang terbang. Kekuasaannya tidak hanya terbatas di Eropa, bahkan jauh sampai daratan Afrika. Setelah dilanda gempa dahsyat, tenggelamlah ia ke dasar laut beserta peradabannya, juga hilang dalam ingatan orang-orang. Jika dibaca dari sepenggal kisah diatas maka kita akan berpikiran bahwa Atlantis merupakan sebuah peradaban yang sangat memukau. Dengan teknologi dan ilmu pengetahuan pada waktu itu sudah menjadikannya sebuah bangsa yang besar dan mempunyai kehidupan yang makmur. Tapi kemudian saya mempunyai pertanyaan, apakah itu hanya sebuah cerita untuk pengantar tidur pada jamannya Plato atau memang Plato mempunyai bukti2 kuat dan otentik bahwa atlantis itu benar-benar pernah ada dalam kehidupan di bumi ini? Terdapat beberapa catatan tentang usaha para ilmuwan dan orang-orang dalam pencarian untuk membuktikan bahwa Atlantis itu benarbenar pernah ada. Menurut perhitungan versi Plato waktu tenggelamnya kerajaan Atlantis, kurang lebih 11.150 tahun yang silam. Plato pernah beberapa kali mengatakan, keadaan kerajaan Atlantis diceritakan turun-temurun. Sama sekali bukan rekaannya sendiri. Plato bahkan pergi ke Mesir minta petunjuk biksu dan rahib terkenal setempat waktu itu. Guru Plato yaitu Socrates ketika membicarakan tentang kerajaan Atlantis juga menekankan, karena hal itu adalah nyata, nilainya jauh lebih kuat dibanding kisah yang direkayasa. Jika semua yang diutarakan Plato memang benar-benar nyata, maka sejak 12.000 tahun silam, manusia sudah menciptakan peradaban. Namun di manakah kerajaan Atlantis itu? Sejak ribuan tahun silam orang-orang menaruh minat yang sangat besar terhadap hal ini. Hingga abad ke-20 sejak tahun 1960-an, laut Bermuda yang terletak di bagian barat Samudera Atlantik, di kepulauan Bahama, dan laut di sekitar kepulauan Florida pernah berturut-turut diketemukan keajaiban yang menggemparkan dunia. Suatu hari di tahun 1968, kepulauan Bimini di sekitar Samudera Atlantik di gugusan Pulau Bahama, laut tenang dan bening bagaikan kaca yang terang, tembus pandang hingga ke dasar laut. Beberapa penyelam dalam perjalanan kembali ke kepulauan Bimini, tiba-tiba ada yang menjerit kaget. Di dasar laut ada sebuah jalan besar! Beberapa penyelam secara bersamaan terjun ke bawah, ternyata memang ada sebuah jalan besar membentang tersusun dari batu raksasa. Itu adalah sebuah jalan besar yang dibangun dengan menggunakan batu persegi panjang dan poligon, besar kecilnya batu dan ketebalan tidak sama, namun penyusunannya sangat rapi, konturnya cemerlang. Apakah ini merupakan jalan posnya kerajaan Atlantis? Awal tahun ‘70-an disekitar kepulauan Yasuel Samudera Atlantik, sekelompok peneliti telah mengambil inti karang dengan mengebor pada kedalaman 800 meter di dasar laut, atas ungkapan ilmiah, tempat itu memang benarbenar sebuah daratan pada 12.000 tahun silam. Kesimpulan yang ditarik atas dasar teknologi ilmu pengetahuan, begitu mirip seperti yang dilukiskan Plato! Namun, apakah di sini tempat tenggelamnya kerajaan Atlantis? Tahun 1974, sebuah kapal peninjau laut Uni Soviet telah membuat 8 lembar foto yang jika disarikan membentuk sebuah bangunan kuno mahakarya manusia. Apakah ini dibangun oleh orang Atlantis? Tahun 1979, ilmuwan Amerika dan Perancis dengan peranti instrumen yang sangat canggih menemukan piramida di dasar laut “segitiga maut” laut Bermuda. Panjang piramida kurang lebih 300 meter, tinggi kurang lebih 200 meter, puncak piramida dengan permukaan samudera hanya berjarak 100 meter, lebih besar dibanding piramida Mesir. Bagian bawah piramida terdapat dua lubang raksasa, air laut dengan kecepatan yang menakjubkan mengalir di dasar lubang. Piramida besar ini, apakah dibangun oleh orang-orang Atlantis? Pasukan kerajaan Atlan pernah menaklukkan Mesir, apakah orang Atlantis membawa peradaban piramida ke Mesir? Benua Amerika juga terdapat piramida, apakah berasal dari Mesir atau berasal dari kerajaan Atlantis? Tahun 1985, dua kelasi Norwegia menemukan sebuah kota kuno di bawah areal laut “segitiga maut”. Pada foto yang dibuat oleh mereka berdua, ada dataran, jalan besar vertikal dan horizontal serta lorong, rumah beratap kubah, gelanggang aduan (binatang), kuil, bantaran sungai dll. Mereka berdua mengatakan mutlak percaya terhadap apa yang mereka temukan itu adalah Benua Atlantis seperti yang dilukiskan oleh Plato. Benarkah itu? Yang lebih menghebohkan lagi adalah penelitian yang dilakukan oleh Aryso Santos, seorang ilmuwan asal Brazil. Santos menegaskan bahwa Atlantis itu adalah wilayah yang sekarang ini disebut Indonesia. Dalam penelitiannya selama 30 tahun yang ditulis dalam sebuah buku “Atlantis, The Lost Continent Finally Found, The Definitifve Localization of Plato’s Lost Civilization” dia menampilkan 33 perbandingan, seperti luas wilayah, cuaca, kekayaan alam, gunung berapi, dan cara bertani, yang akhirnya menyimpulkan bahwa Atlantis itu adalah Indonesia. Sistem terasisasi sawah yang khas Indonesia, menurutnya, ialah bentuk yang diadopsi oleh Candi Borobudur, Piramida di Mesir, dan bangunan kuno Aztec di Meksiko. Santos menetapkan bahwa pada masa lalu Atlantis itu merupakan benua yang membentang dari bagian selatan India, Sri Lanka, Sumatra, Jawa, Kalimantan, terus ke arah timur dengan Indonesia (yang sekarang) sebagai pusatnya. Di wilayah itu terdapat puluhan gunung berapi yang aktif dan dikelilingi oleh samudera yang menyatu bernama Orientale, terdiri dari Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Sedangkan menurut Plato Atlantis merupakan benua yang hilang akibat letusan gunung berapi yang secara bersamaan meletus. Pada masa itu sebagian besar bagian dunia masih diliput oleh lapisan-lapisan es (era Pleistocene). Dengan meletusnya berpuluh-puluh gunung berapi secara bersamaan yang sebagian besar terletak di wilayah Indonesia (dulu) itu, maka tenggelamlah sebagian benua dan diliput oleh air asal dari es yang mencair. Di antaranya letusan gunung Meru di India Selatan dan gunung Semeru/Sumeru/Mahameru di Jawa Timur. Lalu letusan gunung berapi di Sumatera yang membentuk Danau Toba dengan pulau Somasir, yang merupakan puncak gunung yang meletus pada saat itu. Letusan yang paling dahsyat di kemudian hari adalah gunung Krakatau (Krakatoa) yang memecah bagian Sumatera dan Jawa dan lain-lainnya serta membentuk selat dataran Sunda. Santos berbeda dengan Plato mengenai lokasi Atlantis. Ilmuwan Brazil itu berargumentasi, bahwa pada saat terjadinya letusan berbagai gunung berapi itu, menyebabkan lapisan es mencair dan mengalir ke samudera sehingga luasnya bertambah. Air dan lumpur berasal dari abu gunung berapi tersebut membebani samudera dan dasarnya, mengakibatkan tekanan luar biasa kepada kulit bumi di dasar samudera, terutama pada pantai benua. Tekanan ini mengakibatkan gempa. Gempa ini diperkuat lagi oleh gunung-gunung yang meletus kemudian secara beruntun dan menimbulkan gelombang tsunami yang dahsyat. Santos menamakannya Heinrich Events. Dalam usaha mengemukakan pendapat mendasarkan kepada sejarah dunia, tampak Plato telah melakukan dua kekhilafan, pertama mengenai bentuk/posisi bumi yang katanya datar. Kedua, mengenai letak benua Atlantis yang katanya berada di Samudera Atlantik yang ditentang oleh Santos. Penelitian militer Amerika Serikat di wilayah Atlantik terbukti tidak berhasil menemukan bekas-bekas benua yang hilang itu. Oleh karena itu tidaklah semena-mena ada peribahasa yang berkata, “Amicus Plato, sed magis amica veritas.” Artinya,”Saya senang kepada Plato tetapi saya lebih senang kepada kebenaran.” Namun, ada beberapa keadaan masa kini yang antara Plato dan Santos sependapat. Yakni pertama, bahwa lokasi benua yang tenggelam itu adalah Atlantis dan oleh Santos dipastikan sebagai wilayah Republik Indonesia. Kedua, jumlah atau panjangnya mata rantai gunung berapi di Indonesia. Di antaranya ialah Kerinci, Talang, Krakatoa, Malabar, Galunggung, Pangrango, Merapi, Merbabu, Semeru, Bromo, Agung, Rinjani. Sebagian dari gunung itu telah atau sedang aktif kembali. Ini ada lagi yang lebih unik dari Santos dan kawan-kawan tentang usaha untuk menguak misteri Atlantis. Sarjana Barat secara kebetulan menemukan seseorang yang mampu mengingat kembali dirinya sebagai orang Atlantis di kehidupan sebelumnya “Inggrid Benette”. Beberapa penggal kehidupan dan kondisi sosial dalam ingatannya masih membekas, sebagai bahan masukan agar bisa merasakan secara gamblang peradaban tinggi Atlantis. Dan yang terpenting adalah memberikan kita petunjuk tentang mengapa Atlantis musnah. Di bawah ini adalah ingatan Inggrid Bennette. Kehidupan yang Dipenuhi Kecerdasan Dalam kehidupan sebelumnya di Atlantis, saya adalah seorang yang berpengetahuan luas, dipromosikan sebagai kepala energi wanita “Pelindung Kristal” (setara dengan seorang kepala pabrik pembangkit listrik sekarang). Pusat energi ini letaknya pada sebuah ruang luas yang bangunannya beratap lengkung. Lantainya dari pasir dan batu tembok, di tengah-tengah kamar sebuah kristal raksasa diletakkan di atas alas dasar hitam. Fungsinya adalah menyalurkan energi ke seluruh kota. Tugas saya melindungi kristal tersebut. Pekerjaan ini tak sama dengan sistem operasional pabrik sekarang, tapi dengan menjaga keteguhan dalam hati, memahami jiwa sendiri, merupakan bagian penting dalam pekerjaan, ini adalah sebuah instalasi yang dikendalikan dengan jiwa. Ada seorang lelaki yang cerdas dan pintar, ia adalah “pelindung” kami, pelindung lainnya wanita. Rambut saya panjang berwarna emas, rambut digelung dengan benda rajutan emas, persis seperti zaman Yunani. Rambut disanggul tinggi, dengan gulungan bengkok jatuh bergerai di atas punggung. Setiap hari rambutku ditata oleh ahli penata rambut, ini adalah sebagian pekerjaan rutin. Filsafat yang diyakini orang Atlantis adalah bahwa “tubuh merupakan kuilnya jiwa”, oleh karena itu sangat memperhatikan kebersihan tubuh dan cara berbusana, ini merupakan hal yang utama dalam kehidupan. Saya mengenakan baju panjang tembus pandang, menggunakan daun pita emas yang diikat di pinggang belakang setelah disilang di depan dada. Lelaki berpakaian rok panjang juga rok pendek, sebagian orang memakai topi, sebagian tidak, semuanya dibuat dengan bahan putih bening yang sama. Seperti pakaian seragam, namun di masa itu, sama sekali tidak dibedakan, mengenakan ini hanya menunjukkan sebuah status, melambangkan kematangan jiwa raga kita. Ada juga yang mengenakan pakaian warna lain, namun dari bahan bening yang sama, mereka mengenakan pakaian yang berwarna karena bertujuan untuk pengobatan. Hubungannya sangat besar dengan ketidakseimbangan pusat energi tubuh, warna yang spesifik memiliki fungsi pengobatan. Berkomunikasi dengan Hewan Saya sering pergi mendengarkan nasihat lumba-lumba. Lumba-lumba hidup di sebuah tempat yang dibangun khusus untuk mereka. Sebuah area danau besar yang indah, mempunyai undakan raksasa yang menembus ke tengah danau. Pilar dua sisi undakan adalah tiang yang megah, sedangkan area danau dihubungkan dengan laut melalui terusan besar. Di siang hari lumba-lumba berenang di sana, bermain-main, setelah malam tiba kembali ke lautan luas. Lumba-lumba bebas berkeliaran, menandakan itu adalah tempat yang sangat istimewa. Lumba-lumba adalah sahabat karib dan penasihat kami. Mereka sangat pintar, dan merupakan sumber keseimbangan serta keharmonisan masyarakat kami. Hanya sedikit orang pergi mendengarkan bahasa intelek lumba-lumba. Saya sering berenang bersama mereka, mengelus mereka, bermain-main dengan mereka, serta mendengarkan nasihat mereka. Kami sering bertukar pikiran melalui telepati. Energi mereka membuat saya penuh vitalitas sekaligus memberiku kekuatan. Saya dapat berjalan-jalan sesuai keinginan hati, misalnya jika saya ingin pergi ke padang luas yang jauh jaraknya, saya memejamkan mata dan memusatkan pikiran pada tempat tersebut. Akan ada suatu suara “wuung” yang ringan, saya membuka mata, maka saya sudah berada di tempat itu. Saya paling suka bersama dengan Unicorn (kuda terbang). Mereka sama seperti kuda makan rumput di padang belantara. Unicorn memiliki sebuah tanduk di atas kepalanya, sama seperti ikan lumba-lumba, kami kontak lewat hubungan telepati. Secara relatif, pikiran Unicorn sangat polos. Kami acap kali bertukar pikiran, misalnya, “Aku ingin berlari cepat”. Unicorn akan menjawab: “Baiklah”. Kita lari bersama, rambut kami berterbangan tertiup angin. Jiwa mereka begitu tenang, damai menimbulkan rasa hormat. Unicorn tidak pernah melukai siapa pun, apalagi mempunyai pikiran atau maksud jahat, ketika menemui tantangan sekalipun akan tetap demikian. Saya sering kali merasa sedih pada orang zaman sekarang, sebab sama sekali tidak percaya dengan keberadaan hewan ini, ada seorang pembina jiwa mengatakan kepadaku: “Saat ketika kondisi dunia kembali pada keseimbangan dan keharmonisan, semua orang saling menerima, saling mencintai, saat itu Unicorn akan kembali”. Lingkungan yang Indah Permai Di timur laut Atlantis terdapat sebidang padang rumput yang sangat luas. Padang rumput ini menyebarkan aroma wangi yang lembut, dan saya suka duduk bermeditasi di sana. Aromanya begitu hangat. Kegunaan dari bunga segar sangat banyak, maka ditanam secara luas. Misalnya, bunga yang berwarna biru dan putih ditanam bersama, ini bukan saja sangat menggoda secara visual, sangat dibutuhkan buat efektivitas getaran. Padang rumput ini dirawat oleh orang yang mendapat latihan khusus dan berkualitas tinggi serta kaya pengetahuan. “Ahli ramuan” mulai merawat mereka sejak tunas, kemudian memetik dan mengekstrak sari pati kehidupannya. Di lingkungan kerja di Atlantis, jarang ada yang berposisi rendah. Serendah apa pun pekerjaannya, tetap dipandang sebagai anggota penting di dalam masyarakat kami. Masyarakat terbiasa dengan menghormati dan memuji kemampuan orang lain. Yang menanam buah, sayur-mayur, dan penanam jenis kacang-kacangan juga hidup di timur laut. Sebagian besar adalah ahli botani, ahli gizi dan pakar makanan lainnya. Mereka bertanggung jawab menyediakan makanan bagi segenap peradaban kami. Sebagian besar orang ditetapkan sebagai pekerja fisik, misalnya tukang kebun dan tukang bangunan. Hal itu akan membuat kondisi tubuh mereka tetap stabil. Sebagian kecil dari mereka mempunyai kecerdasan, pengaturan pekerjaan disesuaikan dengan tingkat perkembangan kecerdasan mereka. Orang Atlantis menganggap, bahwa pekerjaan fisik lebih bermanfaat, ini membuat emosi (perasaan) mereka mendapat keseimbangan, marah dan suasana hati saat depresi dapat diarahkan secara konstruktif, lagi pula tubuh manusia terlahir untuk pekerjaan fisik, hal tersebut telah dibuktikan. Namun, selalu ada pengecualian, misalnya lelaki yang kewanitaan atau sebaliknya, pada akhirnya, orang pintar akan membimbing orang-orang ini bekerja yang sesuai dengan kondisi mereka. Setiap orang akan menuju ke kecerdasan, berperan sebagai tokoh sendiri, semua ini merupakan hal yang paling mendasar. Seluruh kehidupan Atlantis merupakan himpunan keharmonisan yang tak terikat secara universal bagi tumbuh-tumbuhan, mineral, hewan dan sayur-mayur. Setiap orang merupakan partikel bagiannya, setiap orang tahu, bahwa pengabdian mereka sangat dibutuhkan. Di Atlantis tidak ada sistem keuangan, hanya ada aktivitas perdagangan. Kami tidak pernah membawa dompet atau kunci dan sejenisnya. Jarang ada keserakahan atau kedengkian, yang ada hanya kebulatan tekad. Teknologi yang Tinggi Di Atlantis ada sarana terbang yang modelnya mirip “piring terbang” (UFO), mereka menggunakan medan magnet mengendalikan energi perputaran dan pendaratan, sarana hubungan jenis ini biasa digunakan untuk perjalanan jarak jauh. Perjalanan jarak pendek hanya menggunakan katrol yang dapat ditumpangi dua orang. Ia mempunyai sebuah mesin yang mirip seperti kapal hidrofoil, prinsip kerja sama dengan alat terbang, juga menggunakan medan energi magnet. Yang lainnya seperti makanan, komoditi rumah tangga atau barangbarang yang berukuran besar, diangkut dengan cara yang sama menggunakan alat angkut besar yang disebut “Subbers.” Atlantis adalah sebuah peradaban yang sangat besar, kami berkomunikasi menggunakan kapal untuk menyiarkan berita ke berbagai daerah. Sebagian besar informasi diterima oleh “orang pintar” melalui respons batin, mereka memiliki kemampuan menerima dengan cara yang istimewa, ini mirip dengan stasiun satelit penerima, dan sangat akurat. Maka, pekerjaan mereka adalah duduk dan menerima informasi yang disalurkan dari tempat lain. Sebenarnya, dalam pekerjaan, cara saya mengoperasikan kristal besar, juga dikerjakan melalui hati. Pengobatan yang Maju Dalam peradaban ini, tidak ada penyakit yang parah. Metode pengobatan yang digunakan, semuanya menggunakan kristal, warna, musik, wewangian dan paduan ramuan, dengan mengembangkan efektivitas pengobatan secara keseluruhan. Pusat pengobatan adalah sebuah tempat yang banyak kamarnya. Saat penderita masuk, sebuah warna akan dicatat di tembok. Lalu pasien diarahkan ke sebuah kamar khusus untuk menentukan pengobatan. Di kamar pertama, asisten yang terlatih baik dan berpengetahuan luas tentang pengobatan akan mendeteksi frekwensi getaran pada tubuh pasien. Informasi dialihkan ke kamar lainnya. Di kamar tersebut, sang pasien akan berbaring di atas granit yang datar, sedangkan asisten lainnya akan mengatur rancangan pengobatan yang sesuai untuk pasien. Setelah itu, kamar akan dipenuhi musik terapi, kristal khusus akan diletakkan di pasien. Seluruh kamar penuh dengan wewangian yang lembut, terakhir akan tampak sebuah warna. Selanjutnya, pasien diminta merenung, agar energi pengobatan meresap ke dalam tubuh. Dengan demikian, semua indera yang ada akan sehat kembali, “warna” menyembuhkan indera penglihatan, “aroma tumbuh-tumbuhan” menyembuhkan indera penciuman, “musik yang merdu” menyembuhkan indera pendengaran, dan terakhir, “air murni” menyembuhkan indera perasa. Saat meditasi selesai, harus minum air dari tabung. Energinya sangat besar, bagaikan seberkas sinar, menyinari tubuh dari atas hingga ke bawah. Seluruh tubuh bagai telah terpenuhi. Teknik pengobatan selalu berkaitan dengan “medan magnet” dan “energi matahari” , sekaligus merupakan pengobatan secara fisik dan kejiwaan. Pendidikan Anak yang Ketat Saat bayi masih dalam kandungan, sudah diberikan suara, musik serta bimbingan kecerdasan pada zaman itu. Semasa dalam kandungan, “orang pintar” akan memberikan pengarahan kepada orang tua sang calon anak. Sejak sang bayi lahir, orang tua merawat dan mendidiknya di rumah, menyayangi dan mencintai anak mereka. Di siang hari, anak-anak akan dititipkan di tempat penitipan anak, mendengar musik di sana, melihat getaran warna dan cerita-cerita yang berhubungan dengan cara berpikiran positif dan kisah bertema filosofis. Pusat pendidikan anak, terdapat di setiap tempat. Anak-anak dididik untuk menjadi makhluk hidup yang memiliki inteligensi sempurna. Belajar membuka pikiran, agar jasmani dan rohani mereka bisa bekerja sama. Di tahap perkembangan anak, orang pintar memegang peranan yang sangat besar, pendidik mempunyai posisi terhormat dalam masyarakat Atlantis, biasanya baru bisa diperoleh ketika usia mencapai 60-120 tahun, tergantung pertumbuhan inteligensi. Dan merupakan tugas yang didambakan setiap orang. Di seluruh wilayah, setiap orang menerima pendidikan sejak usia 3 tahun. Mereka menerima pendidikan di dalam gedung bertingkat. Di depan gedung sekolah terdapat lambang pelangi, pelangi adalah lambang pusat bimbingan. Pelajaran utamanya adalah mendengar dan melihat. Sang murid santai berbaring atau duduk, sehingga ruas tulang belakang tidak mengalami tekanan. Metode lainnya adalah merenung, mata ditutup dengan perisai mata, dalam perisai mata ditayangkan berbagai macam warna. Pada kondisi merenung, metode visualisasi seperti ini sangat efektif. Bersamaan itu juga diberi pita kaset bawah sadar. Saat tubuh dan otak dalam keadaan rileks, pengetahuan mengalir masuk ke bagian memori otak besar. Ini merupakan salah satu metode belajar yang paling efektif, sebab ia telah menutup semua jalur informasi yang dapat mengalihkan perhatian. “Orang pintar” membimbing si murid, tergantung tingkat kemampuan menyerap sang anak, dan memudahkan melihat bakat tertentu yang dimilikinya. Dengan begini, setiap anak memiliki kesempatan yang sama mengembangkan potensinya. Pemikiran maju yang positif dan frekwensi getaran merupakan kunci utama dalam masa belajar dan meningkatkan/mendorong wawasan sanubari terbuka. Semakin tinggi tingkat frekwensi getaran pada otak, maka frekwensi getaran pada jiwa semakin tinggi. Semakin positif kesadaran inheren, maka semakin mencerminkan kesadaran ekstrinsik maupun kesadaran terpendam. Ketika keduanya serasi, akan membuka wawasan dunia yang positif: Jika keduanya tidak serasi, maka orang akan hanyut pada keserakahan dan kekuasaan. Bagi orang Atlantis, mengendalikan daya pikir orang lain adalah cara hidup yang tak beradab, dan ini tidak dibenarkan. Dalam buku sejarah kami, kami pernah merasa tidak aman dan tenang. Karakter leluhur kami yang tak beradab masih saja mempengaruhi masyarakat kami waktu itu. Misalnya, memilih binatang untuk percobaan. Namun, kaidah inteligensi dengan keras melarang mencampuri kehidupan orang lain. Meskipun kita tahu ada risikonya, namun kita tidak boleh memaksa atau menghukum orang lain, sebab setiap orang harus bertanggung jawab atas perkembangan sanubarinya sendiri. Pada masyarakat itu, rasa tidak aman adalah demi untuk mendapatkan keamanan. Filsafat seperti ini sangat baik, dan sangat dihormati orang-orang ketika itu, ia adalah pelindung kami. Kiamat yang Melanda Atlantis Saya tidak bersuami. Pada waktu itu, orang-orang tidak ada ikatan perkawinan. Jika Anda bermaksud mengikat seseorang, maka akan melaksanakan sebuah upacara pengikatan. Pengikatan tersebut sama sekali tidak ada efek hukum atau kekuatan yang mengikat, hanya berdasarkan pada perasaan hati. Kehidupan seks orang Atlantis sangat dinamis untuk mempertahankan kesehatan. Saya memutuskan hidup bersamanya berdasarkan kesan akan seks, inteligensi dan daya tarik. Di masa itu, seks merupakan sebuah bagian penting dalam kehidupan, seks sama pentingnya dengan makan atau tidur. Ini adalah bagian dari “keberadaan hidup secara keseluruhan”, lagi pula tubuh kami secara fisik tidak menampakkan usia kami, umumnya kami dapat hidup hingga berusia 200 tahun lamanya. Ada juga yang orang berhubungan seks dengan hewan, atau dengan setengah manusia separuh hewan, misalnya, tubuh seekor kuda yang berkepala manusia. Di saat itu, orang Atlantis dapat mengadakan transplantasi kawin silang, demi keharmonisan manusia dan hewan pada alam, namun sebagian orang melupakan hal ini, titik tolak tujuan mereka adalah seks. Orang yang sadar mengetahui bahwa ini akan mengakibatkan ketidakseimbangan pada masyarakat kami, orang-orang sangat cemas dan takut terhadap hal ini, tetapi tidak ada tindakan preventif. Ini sangat besar hubungannya dengan keyakinan kami, manusia memiliki kebebasan untuk memilih, dan seseorang tidak boleh mengganggu pertumbuhan inteligensi orang lain. Orang yang memilih hewan sebagai lawan main, biasanya kehilangan keseimbangan pada jiwanya, dan dianggap tidak matang. Teknologi Maju yang Lalim Pada masa kehidupan saya, kami tahu Atlantis telah sampai di pengujung ajal. Di antara kami ada sebagian orang yang tahu akan hal ini, namun, adalah sebagian besar orang sengaja mengabaikannya, atau tidak tertarik terhadap hal ini. Unsur materiil telah kehilangan keseimbangan. Teknologi sangat maju. Misalnya, polusi udara dimurnikan, suhu udara disesuaikan. Majunya teknologi, hingga kami mulai mengubah komposisi udara dan air. Terakhir ini menyebabkan kehancuran Atlantis. Empat unsur pokok yakni: angin, air, api, dan tanah adalah yang paling fundamental dari galaksi dan bumi kami ini, basis materiil yang paling stabil. Mencoba menyatukan atau mengubah unsur pokok ini telah melanggar hukum alam. Ilmuwan bekerja dan hidup di bagian barat Atlantis, mereka “mengalah” pada keserakahan, demi kekuasaan dan kehormatan pribadi bermaksud “mengendalikan” 4 unsur pokok. Kini alam tahu, hal ini telah mengakibatkan kehancuran total. Mereka mengira dirinya di atas orang lain, mereka berkhayal sebagai tokoh Tuhan, ingin mengendalikan unsur pokok dasar pada bintang tersebut. Menjelang Hari Kiamat Ramalan “kiamat” pernah beredar secara luas, namun hanya orang yang pintar dan yang mengikuti jalan spritual yang tahu penyebabnya. Akhir dari peradaban kami hanya disebabkan oleh segelintir manusia! Ramalan mengatakan: “Bumi akan naik, Daratan baru akan muncul, semua orang mulai berjuang lagi. Hanya segelintir orang bernasib mujur akan hidup, mereka akan menyebar ke segala penjuru di daratan baru, dan kisah Atlantis akan turun-temurun, kami akan kembali ke masa lalu”. Menarik pelajaran, Lumbalumba pernah memberitahu kami hari “kiamat” akan tiba, kami tahu saat-saat tersebut semakin dekat, sebab telah dua pekan tidak bertemu lumba-lumba. Mereka memberitahu saat kami akan pergi ke sebuah tempat yang tenang, dan menjaga bola kristal, lumbalumba memberitahu kami dapat pergi dengan aman ke barat. Banyak orang meninggalkan Atlantis mencari daratan baru. Sebagian pergi sampai ke Mesir, ada juga menjelang “kiamat” meninggalkan Atlantis dengan kapal perahu, ke daratan baru yang tidak terdapat di peta. Daratan-daratan ini bukan merupakan bagian dari peradaban kami, oleh karena itu tidak dalam perlindungan kami. Banyak yang merasa kecewa dan meninggalkan kami, aktif mencari lingkungan yang maju dan aman. Oleh karenanya, Atlantis nyaris tidak ada pendatang. Namun, setelah perjalanan segelintir orang hingga ke daratan yang “aneh”, mereka kembali dengan selamat. Dan keadaan negerinya paling tidak telah memberi tahu kami pengetahuan tentang kehidupan di luar Atlantis. Saya memilih tetap tinggal, memastikan kristal energi tidak mengalami kerusakan apa pun, hingga akhir. Kristal selalu menyuplai energi ke kota. Saat beberapa pekan terakhir, kristal ditutup oleh pelindung transparan yang dibuat dari bahan khusus. Mungkin suatu saat nanti, ia akan ditemukan, dan digunakan sekali lagi untuk maksud baik. Saat kristal ditemukan, ia akan membuktikan peradaban Atlantis, sekaligus menyingkap misteri lain yang tak terungkap selama beberapa abad. Saya masih tetap ingat hari yang terpanjang, hari terakhir, detik terakhir, bumi kandas, gempa bumi, letusan gunung berapi, bencana kebakaran. Lempeng bumi saling bertabrakan dengan keras. Bumi sedang mengalami kehancuran, orang-orang di dalam atap lengkung bangunan kristal bersikap menyambut saat kedatangannya. Jiwa saya sangat tenang. Sebuah gedung berguncang keras. Saya ditarik seseorang ke atas tembok, kami saling berpelukan. Saya berharap bisa segera mati. Di langit asap tebal bergulung-gulung, saya melihat lahar bumi menyembur, kobaran api merah mewarnai langit. Ruang dalam rumah penuh dengan asap, kami sangat sesak. Lalu saya pingsan, selanjutnya, saya ingat roh saya terbang ke arah terang. Saya memandang ke bawah dan terlihat daratan sedang tenggelam. Air laut bergelora, menelan segalanya. Orang-orang lari ke segala penjuru, jika tidak ditelan air dahsyat pasti jatuh ke dalam kawah api. Saya mendengar dengan jelas suara jeritan. Bumi seperti sebuah cerek air raksasa yang mendidih, bagai seekor binatang buas yang kelaparan, menggigit dan menelan semua buruannya. Air laut telah menenggelamkan daratan. Sumber Kehancuran Lewat ingatan Inggrid Benette, diketahui tingkat perkembangan teknologi bangsa Atlantis, berbeda sekali dengan peradaban kita sekarang, bahkan pengalamannya akan materiil berbeda dengan ilmu pengetahuan modern, sebaliknya mirip dengan ilmu pengetahuan Tiongkok kuno, berkembang dengan cara yang lain. Peradaban seperti ini jauh melampaui peradaban sekarang. Mendengarnya saja seperti membaca novel fiktif. Bandingkan dengan masa kini, kemampuan jiwa bangsa Atlantis sangat diperhatikan, bahkan mempunyai kemampuan supernormal, mampu berkomunikasi dengan hewan, yang diperhatikan orang sekarang adalah pintar dan berbakat, dicekoki berbagai pengetahuan, namun mengabaikan kekuatan dalam. Bangsa Atlantis mementingkan “inteligensi jiwa” dan “tubuh” untuk mengembangkan seluruh potensi terpendam pada tubuh manusia, hal ini membuat peradaban mereka bisa berkembang pesat dalam jangka panjang dan penyebab utama tidak menimbulkan gejala ketidakseimbangan. Mengenai punahnya peradaban Atlantis, layak direnungkan orang sekarang. Plato menggambarkan kehancuran Atlantis dalam dialognya sebagai berikut: “Hukum yang diterapkan Dewa Laut membuat rakyat Atlantis hidup bahagia, keadilan Dewa Laut mendapat penghormatan tinggi dari seluruh dunia, peraturan hukum diukir di sebuah tiang tembaga oleh raja-raja masa sebelumnya, tiang tembaga diletakkan di tengah di dalam pulau kuil Dewa Laut. Namun masyarakat Atlantis mulai bejat, mereka yang pernah memuja dewa palsu menjadi serakah, maunya hidup enak dan menolak kerja dengan hidup berfoya-foya dan serba mewah.” Plato yang acap kali sedih terhadap sifat manusia mengatakan: “Pikiran sekilas yang suci murni perlahan kehilangan warnanya, dan diselimuti oleh gelora nafsu iblis, maka orang-orang Atlantis yang layak menikmati keberuntungan besar itu mulai melakukan perbuatan tak senonoh, orang yang arif dapat melihat akhlak bangsa Atlantis yang makin hari makin merosot, kebajikan mereka yang alamiah perlahan-lahan hilang, tapi orang-orang awam yang buta itu malah dirasuki nafsu, tak dapat membedakan benar atau salah, masih tetap gembira, dikiranya semua atas karunia Tuhan.” Hancurnya peradaban disebabkan oleh segelintir manusia, banyak yang tahu sebabnya, akan tetapi sebagian besar orang mengabaikannya, maka timbul kelongsoran besar, dalam akhlak dan tidak dapat tertolong. Maka, sejumlah kecil orang berbuat kesalahan tidak begitu menakutkan, yang menakutkan adalah ketika sebagian besar orang “mengabaikan kesalahan”, hingga “membiarkan perubahan” selanjutnya diam-diam “menyetujui kejahatan”, tidak dapat membedakan benar dan salah, kabar terhadap kesalahan mengakibatkan kesenjangan sifat manusia, moral masyarakat merosot dahsyat, mendorong peradaban ke jalan buntu. Kita sebagai orang modern, dapatlah menjadikan sejarah sebagai cermin pelajaran, merenungi kembali ilmu yang kita kembangkan, yang mengenal kehidupan hanya berdasarkan pengenalan yang objektif terhadap dunia materi yang nyata, dan mengabaikan hakikat kehidupan dalam jiwa. Makna kehidupan sejati, berangsur menjadi bisnis memenuhi nafsu materiil, seperti ilmuwan Atlantis, segelintir orang tunduk pada keserakahan, tidak mempertahankan kebenaran, demi kekuasaan dan kemuliaan, mengembangkan teknologi yang salah, merusak lingkungan hidup. Apakah kita sedang berbuat kesalahan yang sama?

Sejarah Perpolitikan Masyarakat Dayak di Bumi Kalimantan Barat

Musyawarah Besar Tumbang Anoi di Desa Huron Anoi Kahayan Ulu Kalimantan Tengah. Para kepala adat se-kalimantan berkumpul dan sepakat untuk menghentikan “pengayauan” antar orang Dayak. Musyawarah ini disaksikan oleh pemerintah kolonial Belanda.

1919
Berdiri Sarikat Dayak di Kalimantan Tengah. Pendirinya M. Lampe, Philips Sinar, Haji Abdulgani, Sian L. Kamis, Tamanggung Toendan, Achmad Anwar, Hausman Baboe dan Mohamad Norman.

20 Agustus 1938
Sarikat Dayak diubah menjadi Pakat Dayak. Kantor pusat dipindahkan ke Kalimantan Selatan. Ketua umumnya sdr Mahir Mahar

13 Mei 1944
Deklarasi Angkatan Perang Majang Desa. Dari bulan April hingga Agustus 1944, terjadi Perang yang dikenal dengan Perang Madjang Desa di Embuan Kunyil, Kec. Meliau Kab. Sanggau. Pendirinya Temenggung Mandi/Pang Dandan, Menera alias Pang Suma, Agustinus Timbang,dkk

30 Oktober 1945
Berdiri Daya In Action (DIA) di Putussibau Kapuas Hulu Kalbar, didirikan oleh FC. Palaoensoeka,dkk dengan pastor moderator Pastor Adikarjana,SJ.

1 Nopember 1945
DIA diubah menjadi Partai Persatuan Daya (PD). Kantor pusat dipindahkan ke Pontianak. Tokoh-tokohnya antara lain Oevaang, AF Korak, Lim Bak Meng, Tio Kiang Sun, HM Sauk, FC Palaoensoeka.

Oktober 1946
NICA mendirikan sebuah Dewan Kalimantan Barat yang beranggotakan perwakilan dari 40 kelompok etnis, pegawai pemerintah dan seorang anggota dari masing-masing keswaprajaan yang baru dikukuhkan kembali. Letnan Gubernur Van Mook tampak menggunakan dewan ini sebagai batu loncatan untuk membuat negara sendiri di Kalimantan Barat seperti yang telah dilakukannya untuk negara Indonesia Timur di dalam kaitannya mendirikan Negera Indonesia Serikat (federasi)

12 Mei 1947
Karesidenan Kalbar diubah menjadi Daerah Istimewa Kalimantan Barat. Melalui DIKB ini, para pengurus PD (Oevaang, AF Korak, Lim Bak Meng, Tio Kiang Sun, HM Sauk) diangkat menjadi anggota badan pemerintah harian (Dagelijhk Bertuur) Daerah Istimewa Kalimantan Barat.

13-15 Juli 1950
Kongres Pertama PD Se-Kalimantan Barat di Sanggau. Ketua Umum pertama PD: FC Palaoensoeka. Dalam upayanya untuk mengoreksi kesalahan-kesalahan colonial, PD mencanangkan program (dan kredo) pemberdayaan diri: “nasibmu terletak pada usahamu” (di usahamu letak nasibmu).

29 September 1955
PEMILU untuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Persatuan Daya (PD) memperoleh 146.054 suara atau 0,39% dan berhak mendapat 1 kursi DPR-RI.

15 Desember 1955
PEMILU anggota Konstituante. Persatuan Daya (PD) memperoleh 169.222 suara atau 0,45% dan berhak mendapat 3 kursi di Konstituante.

1 Maret 1956
Pengumuman Hasil Pemilu 1955. Berikut Hasil Pemilu 1955 di Kalbar: Persatuan Dayak 12 kursi, Masyumi 9 Kursi, PNI 4 kursi, NU 2 kursi, IPKI 1 kursi, PSI 1 kursi dan PKI 1 kursi. Total kursi yang tersedia 30 kursi.

1 Januari 1957
Propinsi Kalimantan Barat terbentuk berdasarkan UU No 25 Tahun 1956. Gubernur Pertama adalah AP. Afllus, periode 1957-1958 menyusul DA Yudadibrata pada periode 1958-1959.

13 Nopember 1958
Sidang I DPRD Kalbar yang menetapkan 3 calon Kepala Daerah yakni YC Oevang Oeray (PD), Musani A.Rani (Masyumi) dan Lumban Tobing (PNI). Melalui Keppres RI No 59 Tahun 1959, Oevang Oeray ditetapkan sebagai Kepala Daerah Swatantra Tingkat I Kalbar. Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959, dikeluarkanlah Penpres No.6/1959 tentang Bentuk, Susunan, Tugas dan Kekuasaan Pemerintah Daerah.

14 Nopember 1959
Sidang DPRD Tk I Kalbar, Oevang Oeray berhasil terpilih sebagai Gubernur KDH Tk.I Kalbar yang disahkan oleh Keppres No.465/1959, tanggal 24 Desember 1959 untuk periode 1 Januari 1960-12 Juli 1966.

5 Juli 1959
Dekrit Presiden, yang menyatakan pembubaran Konstituante dan berlaku kembali UUD’45. Presiden Soekarno secara sepihak melalui Dekrit 5 Juli 1959 membentuk DPR-Gotong Royong (DPR-GR) dan MPR Sementara (MPRS) yang semua anggotanya diangkat presiden.

4 Juni 1960
Presiden membubarkan DPR-RI hasil Pemilu 1955 setelah sebelumnya dewan legislatif itu menolak RAPBN yang diajukan pemerintah.

1960-1966
Beraliansi dengan PNI, PD berhasil menempatkan orang-orangnya dipemerintahan, yakni:
1. Anggota konstituante (JC Oevang Oeray, A. Djelani, Wilibrodus Hitam yang meninggal dan digantikan Daniel, wedana Bengkayang).
2. DPR-RI (FC Palaunsoeka),
3. Gubernur (Oevang Oeray), dan
4. Bupati (MTH Djaman/Sanggau, GP Djaoeng/Sintang, Amastasius Syahdan/Kapuas Hulu dan Agustinus Djelani/Pontianak).

Bulan Juli 1966
Gubernur Oevang Oeray, digulingkan dari kekuasaannya karena dituduh orang Soekarno, karena posisinya di Partindo, sebuah partai politik yang didirikan Soekarno. Selain tokoh politik PD dihabisi pemerintah, banyak PNS Dayak yang diberhentikan dengan tuduhan terlibat PKI, sebuah partai yang mencoba melakukan KUDETA tahun 1965 di Jakarta dan membunuh jendral-jendral TNI Angkatan Darat

Selasa, 13 September 2011

Senjata Khas Utama Suku Dayak

ipet / Sumpitan

Merupakan senjata utama suku dayak. Bentuknya bulat dan berdiameter 2-3 cm, panjang 1,5 – 2,5 meter, ditengah-tengahnya berlubang dengan diameter lubang ¼ – ¾ cm yang digunakan untuk memasukan anak sumpitan (Damek). Ujung atas ada tombak yang terbuat dari batu gunung yang diikat dengan rotan dan telah di anyam. Anak sumpit disebut damek, dan telep adalah tempat anak sumpitan.

Lonjo / Tombak

Dibuat dari besi dan dipasang atau diikat dengan anyaman rotan dan bertangkai dari bambu atau kayu keras.

Telawang / Perisai

Terbuat dari kayu ringan, tetapi liat. Ukuran panjang 1 – 2 meter dengan lebar 30 – 50 cm. Sebelah luar diberi ukiran atau lukisan dan mempunyai makna tertentu. Disebelah dalam dijumpai tempat pegangan.

Mandau

Merupakan senjata utama dan merupakan senjata turun temurun yang dianggap keramat. Bentuknya panjang dan selalu ada tanda ukiran baik dalam bentuk tatahan maupun hanya ukiran biasa. Mandau dibuat dari batu gunung, ditatah, diukir dengan emas/perak/tembaga dan dihiasi dengan bulu burung atau rambut manusia. Mandau mempunyai nama asli yang disebut “Mandau Ambang Birang Bitang Pono Ajun Kajau”, merupakan barang yang mempunyai nilai religius, karena dirawat dengan baik oleh pemiliknya.
Batu-batuan yang sering dipakai sebagai bahan dasar pembuatan Mandau dimasa yang telah lalu yaitu: Batu Sanaman Mantikei, Batu Mujat atau batu Tengger, Batu Montalat.Mandau adalah senjata tajam sejenis parang berasal dari kebudayaan Dayak di Kalimantan. Mandau termasuk salah satu senjata tradisional Indonesia. Berbeda dengan parang, mandau memiliki ukiran – ukiran di bagian bilahnya yang tidak tajam. Sering juga dijumpai tambahan lubang-lubang di bilahnya yang ditutup dengan kuningan atau tembaga dengan maksud memperindah bilah mandau.

Kumpang

Kumpang adalah sarung bilah mandau. Kumpang terbuat dari kayu dan lazimnya dihias dengan ukiran. Pada kumpang terikat pula semacam kantong yang terbuat dari kulit kayu berisi pisau penyerut dan kayu gading yang diyakini dapat menolak binatang buas. Mandau yang tersarungkan dalam kumpang biasanya diikatkan di pinggang dengan jalinan rotan. Menurut literatur di Museum Balanga, Palangkaraya, bahan baku mandau adalah besi (sanaman) mantikei yang terdapat di hulu Sungai Matikei, Desa Tumbang Atei, Kecamatan Sanaman Matikei, Katingan. Besi ini bersifat lentur sehingga mudah dibengkokan. Mandau asli harganya dimulai dari Rp. 1 juta rupiah. Mandau asli yang berusia tua dan memiliki besi yang kuat bisa mencapai harga Rp. 20 juta rupiah per bilah.

Bahan baku pembuatan mandau biasa dapat juga menggunakan besi per mobil, bilah gergaji mesin, cakram kendaraan dan besi batang lain. Piranti kerja yang digunakan terutama adalah palu, betel, dan sebasang besi runcing guna melubangi mandau untuk hiasan. Juga digunakan penghembus udara bertenaga listrik untuk membarakan nyala limbah kayu ulin yang dipakainya untuk memanasi besi. Kayu ulin dipilih karena mampu menghasilkan panas lebih tinggi dibandingkan kayu lainnya. Mandau untuk cideramata biasanya bergagang kayu, harganya berkisar Rp. 50.000 hingga Rp. 300.000 tergantung dari besi yang digunakan.

Mandau asli mempunnyai penyang, penyang adalah kumpulan-kumpulan ilmu suku dayak yang didapat dari hasil bertapa atau petunjuk lelulur yang digunakan untuk berperang. Penyang akan membuat orang yang memegang mandau sakti, kuat dan kebal dalam menghadapi musuh. mandau dan penyang adalah merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan turun temurun dari leluhur.

Dohong

Senjata ini semacam keris tetapi lebih besar dan tajam sebelah menyebelah. Hulunya terbuat dari tanduk dan sarungnya dari kayu. Senjata ini hanya boleh dipakai oleh kepala-kepala suku, Demang, Basir.

sumber: http://www.isenmulang.com/

Adat Mangkok Merah dan Pamabakng

“Adat Mangkok Merah dan Pamabakng” adalah sebuah judul yang sengaja diangkat dari permukaan, karena adat mangkok merah dan pamabakng telah di kenal oleh masyarakat luas diluar etnis Dayak terutama dalam gerakan meyeluruh masayarakat Dayak takala penumpasan gerakan Paraku G-30-S PKI di Kalimantan Barat pada tahun 1967. Demikian pula adat Pamabakng yang cukup dikenal karena telah beberapa kali diberlakukan terutama dalam upaya perdamayan akibat kerusuhan etnis yang terjadi di Kalimantan Barat dan tragedy berdarah di markas Armet Nagabang beberapa tahun yang lalu. Walupun Adat ini sudah cukup dikenal dikalangan masyarakat luas, namun adat ini perlu diangkat dalam suatu tulisan demi untuk persamaan presepsi tentang adat itu karena selama ini mungkin terdapat perbedaan presepsi dikalangan masayarakat luas bahkan dikalangan masayarakat Dayak sendiri.

Kedua jenis adat ini mempunyai keunikan tersendiri ibarat dua sisi yang bersebaranagan namaun mempunyai keterkaitan yang sangat erat. Mangkok Merah adalah adat yang bersifat sakral dan memaksa untuk mengarahkan masa demi tujuan tertentu sementara pamabakng adalah adat yang bersipat sakral yang harus dipatuhi dalam upaya perdamaian akibat adanya suatu komplik berdarah.

Dengan demikian selain bersebrangan dan mempunyai keterkaitan yang sangat erat, kedua adat ini fungsinya seolah-olah bertentangan. Terlepas dari pendapat pro dan kontra secara esensi adat ini perlu dipertahankan dan di lesatarikan, namun apakah ia masih tetap dipertahankan dan dilestarikan, namun apakah ia masih tetap ditaati dan di patuhi terutama di era globalisasi yang serba moderen ini.

ADAT MANGKOK MERAH
Berdasarkan jenis alat peraganya, pada mulanya adat ini bernama mangkok jaranang. Jaranang adalah sejenis tanaman akar yang mempunyai getah berwrana merah. Getah akar jaranang ini di pergunakan sebagai penganti warna cat merah karena pada waktu itu orang belum mengenal cat. Akar jaranang yang berwarna merah ini dioleskan pada dasar mangkuk bagian dalam.

Oleh karena itu ia disebut mangkok merah. Pada jaman dahulu apabila dalam suatu kasus pihak pelaku tidak bersedia di selesaikan secara adat maka pihak ahli waris korban yang merasa dihina dan dilecehkan kehormatan, harkat dan martabatnya atas kesepakatan dan musyawarah ahli waris segera melakukan aksi belas dendam melalui pengerah masa secara adat yang disebut adat mangkok merah. Kasus tersebut biasanya mangkuk menyangkut kasus parakng- bunuh ataupun kasus pelecehan seksual dan lain sebagainya yang sifatnya mengarah kepada pelecehan dan penghinaan terhadap ahli waris.

Alat Peraga dan Maknanya
Alat paraga mangkok merah terdiri dari :
• Sebuah mangkuk sebagi tempat/sarana untuk meletakkan alat paraga lainnya.
• Dasar mangkuk bagian dalam dioles dengan getah jaranang berwarna merah yang mengandung pengertian “ Pertumpahan darah “.
• Bulu/sayap ayam yang mengandung pengertian “ Cepat “, segera, kilat, seperti terbang”.
• Tabur atap daun ( ujung atap yang terbuat dari daun rumbia) mengandung pengertian bahwa yang membawa berita itu tidak boleh terhambat oleh hujan karena ada terinak ( payung ).
• Longkot api ( bara kayu api baker yang sudah di pakai untuk memasak di dapur ) yang mempunyai pengertian bahwa yang membawa berita tidak boleh terhambat oleh petang/gelap malam hari, karena sudah disedikan penerangan api colok dsb.
Alat para mangkok merah dikemas dalam mangkok yang telah diberi warna merah jaranang kemudian di bungkus dengan kain. Beberapa orang yang di tunjuk utnuk menyampaikan berita sekaligus mengajak seluruh jajaran ahli waris itu sebelumnya di berikan arahan mengenai maksud dan tujuan mangkok merah itu, siapa saja yang harus ditemui, kapan berkumpul, tempat berkumpul dan lain sebagainya. Tentu saja mereka yang membawa berita mangkok merah tersebut tidak boleh menginap bahkan singah terlalu lamapun tidak boleh. Walau hujan lebat dan petang gelap sekalipun mereka harus meneruskan perjalanannya.

Seperti yang diuraikan dalam pendahuluan, bahwa yang melatar belakangi terjadinya adat mangkok merah itu karena akibat adanya suatu yang tidak mau diselasaikan secara adat oleh pelakunya sehingga dianggap telah menghina dan melecahkan harkat dan martabat ahli waris korban. Damai kehormatan,harakat dan maratabat ahli waris sehingga mereka mengadakan upaya pembalasan dengan mengumpulkan ahli waris melalui adat mangkok merah. Misalnya seorang yang mati terbunuh apabila dalam waktu 24 jam tidak ada tanda-tanda upaya penyelesaian secara adat maka pihak ahli waris korban segera menyikapinya dengan suatu upaya pembelasan, karena perbuatan sipelaku di anggap telah menentang pihak ahli waris korban dan ia pantas dihajar sebagai binatang karena tidak beradat. Selanjutnya digelarlah adat mangkok mereah seperti yang telah di jelaskan di atas.

Sebagai mana di jelaskan di atas bahwa gerakan mangkok merah muncul untuk membela kehormatan, harkat dan martabat ahli waris yang telah dihina dan dilecehkan. Dengan demikian tentu saja gerakan ini menjadi tangung jawab ahli waris. Menurut masyarakat adat Dayak Kanayatn susunan/turunan page waris samdiatn itu dapat digambarkan menurut garis lurus yaitu :
1. Saudara Sekandung ( tatak pusat ) disebut samadiatn.
2. Sepupu satu kali ( sakadiritan ) di sebut kamar kapala.
3. Sepupu dua kali ( dua madi’ ene’ ) di sebut waris.
4. Sepupu tiga kali ( dua madi’ ene’ saket ) di sebut waris.
5. Sepupu empat kali ( saket ) di sebut waris.
6. Sepupu lima kali ( duduk dantar ) di sebut waris.
7. Sepupu enam kali ( dantar ) di sebut waris.
8. Sepupu tujuh kali ( dantar page ) di sebut waris.
9. Sepupu delepan kali ( page ) masih tergolong waris.
10. Sepupu sembilan kali, dah baurangan tidak tergolong waris.
Dari uraian tersebut jelaslah bahwa yang mulai disebut waris adalah pada turunan sepupu tiga kali atau dua madi’ene’, sehinga mereka yang termasuk dalam turunan ini di anggap sebagai kepala waris atau waris kuat. Merekalah yang berhak memimpin gerakan ini sifatnya mangkok mereah.
Sebagai mana telah di jelaskan dalam pendahuluan maka sifat-sifat yang terkandung didalam adat mengkok merah tersebut adalah :
1. Seluruh acara pelaksanaan adat mangkok merah dari mulai bermusyawarah/mufakat hinga pemberangkatan bala, sarat prilaku-prilaku mistik relegius, oleh karena itu adat bersifat sakral.
2. Pihak ahli waris yang dituju atau yang menerima berita mengkok merah demi menjunjung tinggi harkat dan martabat serta kehormatan ahli waris mereka harus ikut. Apabila mereka tidak ikut, mereka dapat dicap sebagai pengecut dan tidak menaruh rasa malu. Dengan demikaian mereka terpaksa harus ikut. Jadi dalam adat mangkok merah terdapat sifat mengikat atau memaksa.

Menelusuri proses pelaksanaan adat mangkok mereah, ternyata bahwa pelkasanan dan penangung jawab adat mengkok merah adalah selauruh jajaran ahli waris korban di pimpin oleh ahli waris dua madi’ ene’ sebagai kepala waris. Sedangkan sasarannya adalah pihak pelaku yang tidak bersedia membayar hukuman adat senhinga di anggap telah melecahkan dan menghina pihak ahli waris korban. Apabila bala telah bernagkat menuju sasaran hampir tidak ada alternatif lain untuk pencegahan, kecuali dengan upaya adat dimana pihak pelaku harus memasang adat pamabang.

ADAT PAMABAKNG
Sebagai mana telah diuraikan diatas bahwa adat mangkok merah dan adat pamabang ibarat dua sisi yang berseberangan dan mengandung makna yang bertentangan namun keduanya mempunyai keterikatan yang sangat erat. Telah diuraikan pula pelaksanaan adat mangkok merah mempunyai dampak yang sangat negatif, akan tetapi sebagai alat ia sangat tergantung kepada pemakaiyannya. Dengan demikian ia dapat pula berdampak positif, misalnya penggunaan adat mangkok merah pada saat pemumpasan paraku G-30-S PKI di Kalimantan Barat pada tahun 1967.

Alat Peraga
Sementara itu adat pamabankng mempunyai dampat yang sangat positip mengupayakan penyelasaian komplik sejarah damai. Bala yang akan menyerag setelah mengadakan pengerahan masa melalaui adat mangkok merah. Harus cepat di antisipasi oleh pengurus adat , dalam hal ini temenggung dibantu oleh pasirah dan pangaraga. Mereka harus segera memeberi tahu sekaligus memerintahkan kepada ahli waris di bantu oleh msayarkat kampung untuk memasang adat pamabakng, dengan alat paraganya sebagai berikut :
- 1 buah tempayan jampa diletakkan di atas jarungkakng banbu kuning ditutup pahar dengan posisi telungkup.
- Kemudian ada pelantar di taruh di atas talam lengkap dengan topokng ( tempat sirih ) dan beras beserta alat-alat palantar lainnya lengkap dengan ayam 1 ekor sedapatnya berwarna putih, tidak berwarna merah.
- 1 buah bendera berwarana putih yang dipasang di dekat tampayan jampa.
- Kemudian di dekat tempayan jampa harus ada papangokng ( penggung kecil dari kayu ) untuk meletakkan palantar.
- Disekitar pamabang terhampar bide untuk tempat duduk dan bermusyawarah dengan bala yang akan datang.
- Tempayan jamba melambangkan tubuh korban jika terjadi pada kasus pembunauhan, dan sebagai tanda pengakuan adat bagi pelaku.
- Ayam putih dan bendera putih sebagai simbol perdamaian.
- Beras banyu sebagai simbol perampunan sekaligus untuk menenangkan hati yang sedang dilanda emosi.
- Topokng tempat sirih dipergunakan untuk menyapa bala yang datang.
Pamabankng harus ditunggu oleh temenggung dan jika temenggung tidak ada/berhalangan, pamabakng di tunggu oleh pasirah atau oleh tua-tua adat yang dianggap mengerti tentang adat. Selain mengerti tentang adat orang yang menunggu pemabankng haruslah orang yang bijaksana dan biasanya pula harus orang yang punya ilmu dalam mengatasi kasus seperti itu misalnya mantra dan jampi-jampi yang di sebut sanga bunuh, bungkam, kata gampang, pelembut hati seperti pangasih dan lain-lain masksudnya agar saran serta naseihat dsb. Dapat dipakai oleh pihak bala yang sedang emosi.
Apa bila keadaan yang sangat gawat dan rawan, pamabankng dapat di pasang lebih dari satu yaitu dipersimpangan jalan masuk dan di ujung pante ( pelataran ). Maksudnya adalah apabila pamabakng yang satu tetap dilangar, masih adalagi pamabnag lain yang terakhir. Pamabakng yang terakhir ini merupakan pertahanan terakhir sehinga apabila pamabang terakhir inipun di langar maka tidak ada alternatif lain selain harus mengadakan perlawanan dan perang kelompok ahli warispun tidak dapat terelakan. Perbuatan ini dapat menyebabkan ririkngnya adat raga nyawa, artinya adat raganyawa tidak dibayar. Namun sepanjang sejarah perjalanan adat hal seperti ini tidak pernah terjadi. Pada saat bala tiba di tempat pamabang, segera penunggu pamabakng menyapanya dengan topokng sekaligus di persilakan duduk. Ia mulai membentakangkan arti dan makana pamabakng bahwa pihak pelaku mengaku bersalah dan bersedia menyelasaikannya secara hukum adat. Biasanya setelah mendengar penjelasan itu pihak bala melampisan emosinya dengan menikamkan senjatnya ketanah di sertai dengan tangisan karena hatinya kesal tidak mendapat perlawanan.
Maka yang paling penting dari adat pamabakng ini adalah :
1. Jika pamabakng tidak di pasang, dapat diartikan :
a. Bahwa pihak pelaku menetang pihak ahli waris korban untuk berkelahi atau perang antar kelompok ahli waris.
b. Pihak pelaku tidak mau sama sekalai membayar adat.
c. Pengurus adat seolah-olah membiarkan dan malahan menghasut kedua belah pihak untuk saling menyerang.
2. Jika pamabakng sudah terpasang dapat di artikan :
a. Kasus tersebut sudah di tangan pengurus adat
b. Pihak pelaku sudah mengakui kesalahannya dan besedia membayar hukuman adat.
Adat pamabakng adalah adat bahoatn artinya hanya untuk dipajang bukan untuk di bayarkan. Setelah bala datang mereka harus di bore baras banyu dan selanjutnya dilakukan persembanhan kepada jubata. Pamabakng teteap terpasang selama adat belum diselesaikan dan paling lama selama 3 hari.

Sumber: http://yohanessupriyadi.blogspot.com/

Upacara Adat Nyabakng Oleh Suku Dayak Bakati’

nyangahatn-

Lepas dari kursi bis, perjalanan disambung dengan sepeda motor selama tiga puluh menit dari kota Kecamatan Sanggau Ledo, menyusuri jalan tanah campur batu bersusun menuju Kampung Segiring, Desa Pisak, Kecamatan Tujuh Belas itu, melintasi hamparan kebun lada, jagung dan karet disela-sela batas rumah penduduk. “Sumber hidup kami ini bergantung pada tiga jenis komoditi ini. Kalau karet sifatnya harian, jagung bulanan. Sedang lada dan padi, tahunan” (Sais, Wakil Ketua Badan Pemusyawaratan Desa, Desa Pisak, 2007).

Memasuki perkampungan Dayak Bakati’ yang sebagian besar warganya bertanam karet, jagung, lada itu, tak ada lagi rumah betang yang menandainya sebagai sebuah kampung Dayak. Rumah betang merupakan tempat tinggal bersambung pada masyarakat Dayak di Kalimantan dan Malaysia Timur yang memiliki filosofi kebersamaan, demokratis dan ekologis itu telah musnah seiring karena faktor politik pada 1904 dimana kebijakan Pemerintah Kolonial Belanda untuk memusnahkan rumah betang (Paulus Florus,et.al., 2005).

Rumah betang sebagai gambaran keadaan kampung Dayak Bakati’ di daerah ini sudah berganti dengan rumah-rumah tunggal berdinding semen, jendela kaca. Sebagian besar, bahkan sudah berhias parabola berikut aksesoris seperti pemutar cakram video. Sekilas kampung Segiring sudah menjadi kampung yang modern. Sebagian besar warga memiliki perabot rumah tangga modern, alat dapur mengunakan listrik dan gas, bahkan gaya hidup modern.
Namun, ditengah perubahan kehidupan tradisional menuju modern itu ternyata menyisakan persoalan pelik. Dari tujuh puluh enam kepala keluarga kampung ini, kini tinggal sebagian kecil yang masih memegang teguh adat, budaya dan kepercayaan asli Dayak Bakati’ semisal ritual Nyabangk, yakni ritual upacara adat menutup siklus tahun perladangan yang lama dan membuka tahun perladangan yang baru.

Hanya delapan kepala keluarga yang masih berpegang dan melanjutkan tradisi yang diwariskan Roda Dua Mansa nenek moyang mereka yang berasal dari Pemagen (panglima atau pemenggal kepala) yang hidup beranak pinak di Segiring. Roda Dua Mansa ini memperanakan Supai Mak Upik, Sadani Mak Ngaji dan Santak Mak Batakng. Dari keluarga inilah, selanjutnya warga Segiring berasal hingga kini.

Bagi masyarakat perkotaan, padi atau beras hanyalah sekadar barang kebutuhan sehari-hari. Komoditas yang dapat dibeli asalkan ada uang. Tetapi, bagi masyarakat adat Dayak Bakati’ di daerah Kabupaten Bengkayang, padi dan beras bukanlah semata-mata komoditas semata, melainkan berkat Jebata (Sang Pencipta) yang harus disyukuri.
Padi dan beras adalah sumber kehidupan masyarakat Dayak Bakati’. Karena itu, seluruh rangkaian proses produksi padi itu tidak terlepas dari campur tangan Jebata yang harus selalu dipandang sebagai rangkaian perjalanan hidup itu sendiri. Tidak mengherankan kalau masyarakat Dayak Bakati’ menganggap seluruh alur proses produksi padi : matuk (meminta izin untuk menggarap ladang baru), numa (membersihkan belukar di areal ladang), nabet (menebang pohon), najak (memotong cabang-cabang pohon yang telah tumbang dijadikan hamparan), nyauk (mengeringkan pohon yang ditebang dan siap dibakar), ngeraih (membuat pembatas api di sekeliling ladang), natak (membakar), nyabiong (menempatkan semangat padi) dan nyabangk atau upacara adat tutup tahun sebagai suatu kronologis penting dalam siklus aktivitas perladangan hidup mereka.

Mereka menghayati rangkaian proses itu dalam bentuk-bentuk kegiatan ritual berkaitan dengan kegiatan perladangan yang sudah bermakna religius dan selalu dihubungkan dengan kebesaran Jebata.
Dalam semangat itu pulalah upacara adat Nyabangk masyarakat Bakati’ di Kabupaten Bengkayang, Kalbar, pada 19-21 Mei 2007 lalu harus dipahami. Nyabangk itu sendiri sebenarnya sudah menjadi kegiatan rutin tahunan masyarakat Bakati’ dan selalu dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Jebata atas hasil panen padi atau pertanian lainnya yang diperoleh dan selanjutnya memohon berkat dan lindungan untuk tahun berikutnya.

Pelaksanaannya, para tua-tua adat yang terdiri dari Amak Sabangk dan Amak Gandangk serta anggota masyarakat yang merayakanya memberi makan roh-roh Pemagen dengan sesaji yang terdiri dari : daging, darah, kepala, hati (anjing, babi, ayam), beras kuning, beras pulut, nasi panggang, lambang (lemang), sirih, pinang, kapur, gambir, besi, tembako, air tawar, tepung beras, tumpi, ketupat, telur ayam kampung, kundur, timun, ampa padi, lenjuang, pelangkang, tapai tuak, tuak jandungk, nasi buis, pekasam babi hutan, udang, ikan, kepiting, siput, daun durian dan langsat, batang pisang, ratih padi, biji timun dan nasi sungki serta apar.

Sesaji itu dipersembahkan di lima tempat yakni di wilayah Marindu ditetapkan sebagai daerah penungkul (tapal batas wilayah) satu. Penungkul dua di jalan Sei Pisak dan penungkul tiga di jalan Gunung Temuak. Selanjutnya tempat yang keempat di Benen (lokasi penyembahan), dan tempat terakhir di Pungok yaitu rumah adat yang letaknya di tengah-tengah kampung. Persembahan sesaji ini selain dilakukan di lima tempat di atas, juga dilakukan di rumah Ama Sabangk dan Ama Gandangk serta warga yang merayakannya. Biasanya disudut setiap bilik rumah ada tempat pemujaan.
Bedanya jenis bahan sesaji antara di lima tempat dan di rumah Amak Sabangk, Amak Gandangk dan anggota adalah pada jenis binatang yang akan dipersembahkan. Di rumah anggota tidak perlu anjing. Anjing hanya sesaji dipersembahkan di daerah penungkul. Hal ini dilakukan karena anjing merupakan simbol memiliki panca indera yang tajam. Dapat menjaga wilayah dari berbagai macam kejahatan.

Pungok berukuran lima kali lima meter ini tak disangka menyimpan misteri Dayak Bakati’. Sedikitnya tiga puluh tengkorak manusia disimpan dalam tiga keranjang di atas bilik. Tengkorak-tengkorak itu dikumpulkan oleh puak-puak Dayak Bakati’ sebelum tradisi mengayau pada masyarakat Dayak dihentikan tahun 1894 pada Perjanjian Damai Tumbang Anoi yang di prakarsai oleh Pemerintah Kolonial Belanda di Kalimantan Tengah (Edi Petebang, 2005).
Dua diantaranya dikenali, Senyarong Kijang dan Sumang Manyurut. Tengkorak Senyarong Kijang adalah seorang perempuan digdaya dijamannya berasal dari Sempauk, namun jauh kalah dengan kedigdayaan Sudung Mak Pancer. Sedangkan Sumang Manyurut seorang lelaki pemberani dan perkasa berasal dari Siding yang takluk di kayau Santak Mak Batangk asal Segiring.

tari dayak

Prosesi ritual adat Nyabangk ini terdiri dari : Takubu, Bapasah, Tangga Tonguh, Nyirang ka Pungok, Penampen Paing Tawar dan Nariu.
Takubu
Seluruh tua-tua adat dan warga yang melaksanakan kegiatan upacara adat Nyabangk berkumpul di rumah Amak Sabangk yang kini dijabat Simin, tepat jam 18.30 WIB. Mereka melakukan musyawarah untuk membagi peran mempersiapkan perlengkapan ritual adat untuk di bawa ke Pungok, tujuh ratus meter dari rumah Amak Sabangk.
Jam 20.00 WIB seluruh perlengkapan pun lengkap. Perjalanan menuju Pungok pun dimulai. Tua Simin, Tua Liak, Tua Siung, Tua Juim, Tua Kujin, Tua Siton, Tua Akun dan Tua Arin berjalan perlahan, sebab jalan licin baru saja hujan turun. Selang dua puluh menit, rombongon telah tiba di Pungok. Setibanya di Pungok seluruh tua-tua memohon doa kepada Jebata sambil membawa sesaji untuk mohon izin membesihkan peralatan yang akan digunakan untuk ritual Nyabangk pada tahun ini. Selanjutnya mereka membersihkan sabangk (gendang diameter 80 cm, panjang 4 meter), mengeluarkan : linang, gong, tawak, manduh, bandih. Selanjutnya mereka menggoreng tumpe (kue sejenis cucur) dan melatuk (menggongseng) jagung dan padi.

Kulit gendang direndam selama tiga puluh menit. Sebab, kulit rusa ini akan lembut dan lebih mudah dimasukkan ke sabangk setelah selama setahun mengering tidak dipergunakan jika direndam dengan air lebih dahulu. Setelah Amak Gandangk, Liak yang juga Kepala Dusun ini ditemani Siung, Juim, Kujin, Siton, Aring, Akun dan Simin memasukkan kulit ke Sabangk, maka usailah kegiatan ritual Takubu. Mereka mengunci pintu Pungok dan kembali ke rumah masing-masing untuk istirahat sejenak, sebab besok pagi jam 04.00 upacara Bapasah akan dimulai.

Bapasah
Sebelum fajar tiba, tepat jam 04.00 Amak Sabangk, Amak Gandangk dan enam anggotanya keluar teratur meninggalkan bilik rumah Amak Sabangk berjalan ke Pungok. Temaram lampu “pelita” minyak tanah menerangi perjalanan mereka. Amak Sabangk memimpin, disusul Amak Gandangk dan anggota yang lain. Maksud kedatangan mereka untuk bapasah. Bapasah suatu ritual adat untuk memohon para orang-orang besar yang mereka sebut sebagai Pemagen (panglima perang) untuk datang makan sesaji yang akan dipersembahkan. Tujuh pemagen yang sangat mereka kenal dan berjasa menyelamatkan mereka. Karena itulah Amak Sabangk, Amak Gandangk dan timnya harus tariu (memanggil) : Santak Mak Batangk, Sadani Mak Ngaji, Supai Mak Pile, Sapuk Sekilat, Saparang Mak Baye, Sudukng Mak Pancer dan Samue Nok Nonggoi.

Dini hari itu, sabangk bertalu-talu di tabuh. Seketika itu pula suara “lolongan” anjing di sudut kampung dan jangkrik yang sempat menyeramkan, berlalu dari pendengaran. Sambil menabuh sabangk, Akun mengisap rokok kreteknya sambil menghitung tujuh puluh tujuh pukulan yang harus di tabuh. Selanjutnya, Amak Sabangk berikat kain putih di kepala mengarah ke timur, terbitnya fajar mengucapkan doa memohon pada tujuh pemagen untuk hadir menyantap makan yang telah dihidangkan.

Usai mengucapkan doa, Amak Sabang memukul bandih 14 kali. Maksudnya, sebagai tanda bunyi irama Ngeliluk (irama seni musik khusus tahun baru) boleh dimulai. Sementara itu pada waktu yanga sama, Liak dan Aring memukul linang (satu set alat musik terbuat dari kuningan berupa gong kecil berjumlah 8 buah) tanpa gandangk (gendang kulit rusa berdiameter 25 cm, panjang 60 cm) dan sabangk (gendang kulit rusa berdiameter 50 cm, panjang 4 meter).

Lima menit berjalan, ngeliluk pun usai. Irama ngeliluk diganti dengan irama dindong (irama seni musik khusus untuk penghormatan pemagen). Bedanya dengan ngeliluk, dindong iramanya sedikit lebih cepat dan sabangk boleh ditabuh oleh dua orang bersamaan. Begitu irama dindong usai, ayam mulai turun dari pohon, Pungok dan sekitarnya mulai terang. Dapur warga sekitar perlahan mengepulkan asap, tanda aktivitas pagi di mulai.

Tangga Tonguh
Usai Bapasah selama dua jam dua puluh menit, para tua-tua adat segera kembali ke rumah Amak Sabangk. Mereka terlihat agak tergesa-gesa. Aring keluar lebih dahulu membawa bokor berisi sesaji, disusul Akun, Liak, Simin dan beberapa anggota lainnya. Penyeledikan penulis, mereka harus mengelola waktu dengan cermat dan tepat. Sebab, ritual Tangga Tonguh ini dilakukan pada pagi menjelang siang. Hal ini, erat hubungannya dengan pola hidup Pemagen dan Jebata yang kontras dengan kehidupan manusia.

“Jadi, pada waktu yang tepat mereka bisa hadir di undang. Jika kesiangan atau waktunya tidak tepat, maka akan fatal” (Simin, 2007). Sementara rombongan dalam perjalanan, rumah Amak Sabangk telah dibuka. Mereka duduk sejenak sambil merokok mendiskusikan perlengkapan yang belum lengkap. Sebab, bahan yang dibutuhkan harus lengkap. Jika tidak, maka akan fatal. Berdasarkan pengalaman, jika salah satu terlupakan meskipun kecil maka berdampak bukan saja pada warga sekampung. Tapi, justru salah satu dari tua-tua ini bisa sakit, bahkan menghantar mereka pada kematian. Karenanya, Amak Sabangk selalu melakukan ceklist satu persatu perlengkapan ritual yang dibutuhkan.

Begitu lengkap, ritual tangga tonguh pun digelar tepat jam 06.30. Seluruh tua-tua adat serempak mengucapkan doa. Telunjuk mereka selalu dicelupkan ke mangkok kecil berisi minyak kelapa. Maksudnya, mereka membuat ”jembatan” supaya ketujuh pemagen datang pula ke rumah para tua-tua adat dan anggotanya untuk di beri makan sambil memohon kepada Jebata. Usai mengucap doa, Aring naik ke bale (kotak khusus tempat padi hasil panen tahun lalu) dan meletakan sesaji ke atas meja penyembahan di sudut kanan atas bilik rumah Amak Sabangk.

Berbeda dengan Bapasah, ritual Tangga Tonguh ini memohon kepada Jebata, bukan kepada Pemagen. “Disini kita berhubungan dengan ritual adat ucapan syukur tutup tahun padi yang lalu dan memanjatkan doa untuk memohon berkat berlimpah pada tahun mendatang. Jadi ini khusus ritual adat proses siklus perladangan” (Simin, 2007).
Setengah jam berlalu, dari dapur Tua Aring mengambil seekor ayam putih dan menyembelihnya. Darah ayam ditadah dalam sebuah mangkok. Dua helai bulunya dicabut, hatinya dimasak untuk segera dicampur dengan segenggam nasi putih yang ditadah dalam daun simpur (pohon berdaun lebar, daunnya digunakan untuk membungkus nasi). Selanjutnya bandih dipukul sebanyak 27 kali. Tua Arin dan Simin bergilir turun naik bale membawa sesaji diletakkan diatas meja penyembahan, sambil berdoa kepada Jebata.

“Acara ini diakhiri dengan pembacaan doa ngares bia untuk pemagen, napel nyirih dan cuci tangan pakai tapai tuak beras ketan. Barulah mereka bisa datang untuk makan sesaji yang disiapkan” kata Simin, sambil melihat derajat matahari sebagai petunjuk waktu ke luar rumah. Diluar, telah siang. Jam 09.30 tua-tua adat makan bersama selanjutnya berpacu dengan waktu untuk menggelar ritual Nyirang Ka Pungok.

Nyirang Ka’ Pungok
Jam 12.00, Pungok kembali dibuka. Tua-tua adat menurunkan dua tengkorak manusia. Sebelum diturunkan, ritual adat dan sesaji dipersembahkan kepadanya. Beberapa pelangkang dibuat untuk dipersiapkan memberi sesaji di empat lokasi. Pelangkang utama lebih dahulu dibuat, ditanam persis di timur di luar rumah adat. Pelangkang utama dihiasi dengan daun kelapa muda dan kain serta telur ayam kampung.

Berpacu dengan waktu, Amak Sabangk selanjutnya memukul bandih sebanyak 21 kali. Hal ini sebagai tanda bahwa ritual adat sudah pada tahap Nyirang Ka’ Pungok. Selanjutnya, tua-tua berdoa untuk memberi sesaji tengkorak. Ayam di semblih, darahnya diambil dimasukan dalam mangkok sebagai perlengkapan sesaji. Akun mengambil kepala ayam, selanjutnya diikatkan pada daun kelapa muda persis sejajar dengan dua tengkorak manusia di atas tempayan tua.
Usai mempersembahkan sesaji, linang, bandih, tawak, sabangk pun di tabuh. Ruangan berdebu dan berpasir inipun, kini kelihatan agak bersih. Bahkan, dengan semakin ramainya anak-anak yang datang untuk menonoton turut berkontribusi membersihkan ruangan seiring irama ngeliluk dan dindong yang di bunyikan. Sebuah pemandangan indah bak panggung teater rakyat. Irama ngeliluk dan dindong ini ternyata menghantar tua-tua adat untuk beristirahat selama 180 menit.

Penampen Paing Tawar
Tepat jam 15.00, usai istirahat singkat, tua-tua berkumpul ke Pungok. Mereka mempersiapkan penampen paing tawar, bokor berisi air kundur, minyak kelapa yang disimpan dalam sebatang bambu kecil dan batu yang diikat melilit ditaruh dalam mangkok. Selama dua puluh menit mereka di Pungok, kini kembali turun sambil membawa seekor ayam dan berjalan ke rumah-rumah warga yang menjadi anggota.

Ciri-ciri warga yang menjadi anggota ini mudah ditentukan. Karena setiap sudut bilik rumah terdapat tempat penyembahan. Bahkan, para tua-tua sangat mengenalinya dan bisa membedakannya. Prosesi acara penampen paing tawar ini sangat meriah. Meriah, karena kunjungan ini boleh diikuti oleh anak-anak. Sementara seluruh anggota keluarga yang mau dikunjungi telah siap menerima kedatangan rombongan. Mereka mempersiapkan tuak dan jamuan sederhana terhadap rombongan yang datang. Jika dalam keluarga tersebut ada anggota keluarganya sakit, maka salah satu diantara tua-tua akan melakukan ritual pengobatan. Caranya mengisap bagian yang sakit. Namun, bagi yang sehat, tua-tua adat hanya mengoleskan minyak kelapa pada bagian leher, kepala dan pundak.

Nariu
Usai acara penampen paing tawar, tua-tua kembali ke Pungok. Mereka akan menggelar acara nariu (prosesi menurunkan tengkorak untuk di beri makan dan selanjutnya di kembalikan ke asalnya seperti semula sambil menari dan memanggil dan memohon pada Jebata). Prosesi tariu ini diawali dengan menyembelih ayam, darahnya diambil untuk sesaji. Kepala ayam ditusuk dengan daun kelapa, ditaruh persis di atas sabangk. Tua-tua kembali mempersiapkan perlengkapan untuk ritual nariu. Puluhan penari nariu pun telah berkumpul di Pungok. Para penari ini telah siap dengan asesorisnya, giring-giring (gelang terbuat dari kuningan) di kaki dan kalung terbuat dari taring (gigi) aneka binatang hutan di leher.

Sebelum nariu, para penari harus menyimak nasihat Amak Sabangk dan Tua Aring. Jika terjadi sesuatu pada proses nariu, mereka harus duduk manis dan yang lain segera “menentramkan”. Karena itu, sebelum menari dan nariu, penari wajib mendapat paing tawar (air penawar) dari Amak Sabangk. Mereka harus mengikuti ritual buah ngawah. Maksudnya, agar seluruh penari tidak kesurupan dan acara tidak kacau balau.

Tepat jam 15.30, prosesi nariu pun dimulai. Nariu ini diawali dengan sesaji bapatek dan bapadu. Selanjutnya berturut-turut menyembelih ayam, anjing hitam dan babi. Ketika tua-tua membunuh anjing, tengkorak di atas bilik segera diturunkan. Puluhan penari lelaki, bertelanjang dada dibawah siap menerima lebih kurang 30 tengkorak manusia dari atas. Seorang tua-tua mengulurkan tengkorak tiga kali yang disimpan di tiga keranjang.
Begitu keranjang pertama turun, para penari nariu mengelilingi tengkorak dengan irama lambat. Namun, begitu keranjang kedua dan tiga turun irama tarian berubah. Makin lama, makin cepat dan suasana “menakjubkan”. Sementara itu, disudut timur suara seekor babi menjerit menambah suasana “haru”. Babi dibunuh, darahnya dipercikan ke tengkorak. Tiga keranjang tengkorak lalu diangkat kembali satu per satu kembali ke posisi asalnya, yakni diatas bilik Pungok.

Sabangk ditabuh Tua Akun bertalu-talu, Amak Sabangk mengucapkan doa, petanda tariu dimulai. Penabuh sabangk, pemukul linang, bandih, tawak harus prima, sebab ritual tariu ini butuh waktu sekitar satu jam. Selama satu jam, musik harus kontinyu. Sebab, musik ini sebagai pengiring ritual menurunkan dan menaikkan tengkorak butuh waktu yang cukup. Tidak heran, jika penabuh sabangk dua orang. Sebaliknya pula, penari nariu pun harus cekatan melaksanakan tugasnya, menurunkan dan menaikkan keranjang berisi tengkorak. Selama proses ini, para penari mandi keringat. Usai melaksanakan tugasnya, perlahan mereka terlihat mulai lelah, seiring dengan gelapnya hari di luar Pungok, pertanda hari mulai malam dan mereka pun bergegas akan mengantar sesaji ke tiga wilayah penungkul.

Sebelum kemalaman, Amak Sabangk dan Amak Gandangk membagi jumlah yang hadir menjadi tiga kelompok. Tujuannya agar setiap kelompok membawa sesaji untuk diletakkan di tiga penjuru kampung. Sebagai penukul di Marindu, Jalan Sei Pisak dan Jalan Gunung Temuak. Lokas ini diyakini sebagai penunggu kampung yang senantiasa melindungi dan menjaga warga dari malapetaka yang akan menyerang warga.

Sementara aktivitas tiga kelompok berjalan, Amak Sabangk membawa sesajian ke Benen (penyembahan) sekitar tujuh meter ke arah timur dari Pungok. Di lokasi ini terdapat pohon leban tertua, tempayan dan beberapa asesoris penyembahan dijadikan pamali untuk di sentuh, apalagi ditebang. Dengan dipersembahkannya sesaji di Benen ini, maka ritual-ritual siklus perladangan selanjutnya sah dilakukan warga berlanjut pada hari-hari berikutnya.
Penulis menyaksikan, meski diguyur gerimis prosesi ritual tariu (bagian akhir ini) dipenuhi antusias warga untuk menyaksikannya. Mulai anak-anak hingga orangtua. Hanya pertanyaannya, apakah kehadiran mereka untuk sekadar menonton keunikan adat budaya Bakati’ di tengah badai modernisasi atau sebaliknya justru mendorong semangat untuk tetap melestarikan adat, budaya dan hukum adat sebagai warisan pada generasi Dayak Bakati’ di masa datang?

Teater Rakyat
Jika dipandang dari sudut seni pertunjukan, upacara ritual Nyabank ini erat kaitannya dengan seni pertunjukan, khususnya teater. Sebetulnya unsur semua cabang seni masuk dalam peristiwa ritual ini. Ada seni rupa, tari, musik dan teater. Unsur teaterikal yang menonjol antara lain ketika semua proses dialog antara pemimpin upacara dengan para penari saat upacara nariu. Namun lebih dari itu, unsur teater juga masuk dalam rangkaian setiap upacara dimana terjadi dialog dan monolog dengan sesama petugas upacara dan antara imam yang memimpin upacara dengan para makhluk gaib.

Jika unsur seni ritual ini dilepas atau diambil unsur pertunjukan teaternya bisa diadopsi dan dapat menjadi ide teaterikal yang kemudian diolah menjadi sebuah pertunjukan panggung, barangkali bisa menjadi suatu bentuk teater yang indah. Tentu saja harus dipilah antara ritual dan non ritualnya. Pemisahan itu dapat dilakukan ketika telah mengalami proses transformasi. Agak sulit memang menemukan unsur seni tradisi yang murni hiburan sebab seperti juga yang dikatakan oleh Edi Sedyawati bahwa seni pertunjukan di kalangan masyarakat tradisional mempunyai fungsi antara lain:
1. Pemanggil kekuatan gaib
2. Penyemput roh-roh pelindung untuk hadir di tempat pemujaan
3. Memanggil roh-roh baik untuk mengusir roh-roh jahat
4. Peringatan pada nenek moyang dengan menirukan kegagahan maupun kesigapannya
5. Pelengkap upacara sehubungan dengan peringatan tingkat-tingkat hidup seseorang (Edi Sedyawati, 1980).

Menyimak uraian di atas, jelaslah bahwa sebetulnya kita kaya akan seni terutama seni pertunjukan yang didalamnya ada teater, music dan tari. Sekarang, tinggal bagaimana kita melakukan proses transformasinya dengan baik dan benar agar unsur ritulanya tidak hilang begitu saja.

Sumber Acuan

Edi Petebang, Dayak Sakti, Pengayauan, Tariu, Mangkok Merah, Pontianak, Institut Dayakologi, cetakan ke 3, 2005.

Edi Sedyawati, Pertumbuhan Seni Pertunjukan, Jakarta: 1980.

Majalah Kalimantan Review, Juni 2007.

Paulus Florus, et.al., Kebudayaan Dayak, Aktualisasi dan Transformasi, Pontianak, Institut Dayakologi, cetakan ke 2, 2005

Simin, Amak Sabangk-Sesepuh Dayak Bakati’ di Desa Pisak Kecamatan Tujuhbelas Kabupaten Bengkayang, diwawancarai Mei 2007.

Sais, Wakil Ketua Badan Pemusyawaratan Desa, Desa Pisak, diwawancarai Mei 2007

Sejarah Perpolitikan Masyarakat Dayak di Bumi Kalimantan Barat

  • Musyawarah Besar Tumbang Anoi di Desa Huron Anoi Kahayan Ulu Kalimantan Tengah. Para kepala adat se-kalimantan berkumpul dan sepakat untuk menghentikan “pengayauan” antar orang Dayak. Musyawarah ini disaksikan oleh pemerintah kolonial Belanda.

    1919
    Berdiri Sarikat Dayak di Kalimantan Tengah. Pendirinya M. Lampe, Philips Sinar, Haji Abdulgani, Sian L. Kamis, Tamanggung Toendan, Achmad Anwar, Hausman Baboe dan Mohamad Norman.

    20 Agustus 1938
    Sarikat Dayak diubah menjadi Pakat Dayak. Kantor pusat dipindahkan ke Kalimantan Selatan. Ketua umumnya sdr Mahir Mahar

    13 Mei 1944
    Deklarasi Angkatan Perang Majang Desa. Dari bulan April hingga Agustus 1944, terjadi Perang yang dikenal dengan Perang Madjang Desa di Embuan Kunyil, Kec. Meliau Kab. Sanggau. Pendirinya Temenggung Mandi/Pang Dandan, Menera alias Pang Suma, Agustinus Timbang,dkk

    30 Oktober 1945
    Berdiri Daya In Action (DIA) di Putussibau Kapuas Hulu Kalbar, didirikan oleh FC. Palaoensoeka,dkk dengan pastor moderator Pastor Adikarjana,SJ.

    1 Nopember 1945
    DIA diubah menjadi Partai Persatuan Daya (PD). Kantor pusat dipindahkan ke Pontianak. Tokoh-tokohnya antara lain Oevaang, AF Korak, Lim Bak Meng, Tio Kiang Sun, HM Sauk, FC Palaoensoeka.

    Oktober 1946
    NICA mendirikan sebuah Dewan Kalimantan Barat yang beranggotakan perwakilan dari 40 kelompok etnis, pegawai pemerintah dan seorang anggota dari masing-masing keswaprajaan yang baru dikukuhkan kembali. Letnan Gubernur Van Mook tampak menggunakan dewan ini sebagai batu loncatan untuk membuat negara sendiri di Kalimantan Barat seperti yang telah dilakukannya untuk negara Indonesia Timur di dalam kaitannya mendirikan Negera Indonesia Serikat (federasi)

    12 Mei 1947
    Karesidenan Kalbar diubah menjadi Daerah Istimewa Kalimantan Barat. Melalui DIKB ini, para pengurus PD (Oevaang, AF Korak, Lim Bak Meng, Tio Kiang Sun, HM Sauk) diangkat menjadi anggota badan pemerintah harian (Dagelijhk Bertuur) Daerah Istimewa Kalimantan Barat.

    13-15 Juli 1950
    Kongres Pertama PD Se-Kalimantan Barat di Sanggau. Ketua Umum pertama PD: FC Palaoensoeka. Dalam upayanya untuk mengoreksi kesalahan-kesalahan colonial, PD mencanangkan program (dan kredo) pemberdayaan diri: “nasibmu terletak pada usahamu” (di usahamu letak nasibmu).

    29 September 1955
    PEMILU untuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Persatuan Daya (PD) memperoleh 146.054 suara atau 0,39% dan berhak mendapat 1 kursi DPR-RI.

    15 Desember 1955
    PEMILU anggota Konstituante. Persatuan Daya (PD) memperoleh 169.222 suara atau 0,45% dan berhak mendapat 3 kursi di Konstituante.

    1 Maret 1956
    Pengumuman Hasil Pemilu 1955. Berikut Hasil Pemilu 1955 di Kalbar: Persatuan Dayak 12 kursi, Masyumi 9 Kursi, PNI 4 kursi, NU 2 kursi, IPKI 1 kursi, PSI 1 kursi dan PKI 1 kursi. Total kursi yang tersedia 30 kursi.

    1 Januari 1957
    Propinsi Kalimantan Barat terbentuk berdasarkan UU No 25 Tahun 1956. Gubernur Pertama adalah AP. Afllus, periode 1957-1958 menyusul DA Yudadibrata pada periode 1958-1959.

    13 Nopember 1958
    Sidang I DPRD Kalbar yang menetapkan 3 calon Kepala Daerah yakni YC Oevang Oeray (PD), Musani A.Rani (Masyumi) dan Lumban Tobing (PNI). Melalui Keppres RI No 59 Tahun 1959, Oevang Oeray ditetapkan sebagai Kepala Daerah Swatantra Tingkat I Kalbar. Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959, dikeluarkanlah Penpres No.6/1959 tentang Bentuk, Susunan, Tugas dan Kekuasaan Pemerintah Daerah.

    14 Nopember 1959
    Sidang DPRD Tk I Kalbar, Oevang Oeray berhasil terpilih sebagai Gubernur KDH Tk.I Kalbar yang disahkan oleh Keppres No.465/1959, tanggal 24 Desember 1959 untuk periode 1 Januari 1960-12 Juli 1966.

    5 Juli 1959
    Dekrit Presiden, yang menyatakan pembubaran Konstituante dan berlaku kembali UUD’45. Presiden Soekarno secara sepihak melalui Dekrit 5 Juli 1959 membentuk DPR-Gotong Royong (DPR-GR) dan MPR Sementara (MPRS) yang semua anggotanya diangkat presiden.

    4 Juni 1960
    Presiden membubarkan DPR-RI hasil Pemilu 1955 setelah sebelumnya dewan legislatif itu menolak RAPBN yang diajukan pemerintah.

    1960-1966
    Beraliansi dengan PNI, PD berhasil menempatkan orang-orangnya dipemerintahan, yakni:
    1. Anggota konstituante (JC Oevang Oeray, A. Djelani, Wilibrodus Hitam yang meninggal dan digantikan Daniel, wedana Bengkayang).
    2. DPR-RI (FC Palaunsoeka),
    3. Gubernur (Oevang Oeray), dan
    4. Bupati (MTH Djaman/Sanggau, GP Djaoeng/Sintang, Amastasius Syahdan/Kapuas Hulu dan Agustinus Djelani/Pontianak).

    Bulan Juli 1966
    Gubernur Oevang Oeray, digulingkan dari kekuasaannya karena dituduh orang Soekarno, karena posisinya di Partindo, sebuah partai politik yang didirikan Soekarno. Selain tokoh politik PD dihabisi pemerintah, banyak PNS Dayak yang diberhentikan dengan tuduhan terlibat PKI, sebuah partai yang mencoba melakukan KUDETA tahun 1965 di Jakarta dan membunuh jendral-jendral TNI Angkatan Darat
    · · · 4 hours ago
  • OLDER POSTS
  • Kerajaan Kotawaringin
    ===========================
    Kerajaan Kotawaringin adalah sebuah kerajaan Islam (kepangeranan cabang Kesultanan Banjar) di wilayah yang menjadi Kabupaten Kotawaringin Barat saat ini di Kalimantan Tengah yang menurut catatan istana al-Nursari (terletak di Kotawaringin Lama) didirikan pada tahun 1615 atau 1530, dan Belanda pertama kali melakukan kontrak dengan Kotawaringin pada 1637, tahun ini dianggap sebagai tahun berdirinya sesuai dengan Hikayat Banjar dan Kotawaringin (Hikayat Banjar versi I) yang bagian terakhirnya saja ditulis tahun 1663 dan di antara isinya tentang berdirinya Kerajaan Kotawaringin pada masa Sultan Mustain Billah.

    Kotawaringin merupakan nama yang disebutkan dalam Hikayat Banjar dan Kakawin Negarakretagama, seringpula disebut Kuta-Ringin, karena dalam bahasa Jawa, ringin berarti beringin.

    Negeri Kotawaringin disebutkan sebagai salah daerah di negara bagian Tanjung Nagara (Kalimantan-Filipina) yang tunduk kepada Majapahit. Menurut suku Dayak yang tinggal di hulu sungai Lamandau, mereka merupakan keturunan Patih Sebatang yang berasal dari Pagaruyung (Minangkabau).

    Sejak diperintah Dinasti Banjarmasin, Kotawaringin secara langsung menjadi bagian dari Kesultanan Banjar, sehingga sultan-sultan Kotawaringin selalu memakai gelar Pangeran jika mereka berada di Banjar. Tetapi di dalam lingkungan Kotawaringin sendiri, para Pangeran yang menjadi raja juga disebut dengan Sultan.

    Kerajaan Kotawaringin merupakan pecahan kesultanan Banjar pada masa Sultan Banjar IV Mustainbillah yang diberikan kepada puteranya Pangeran Dipati Anta-Kasuma. Sebelumnya Kotawaringin merupakan sebuah kadipaten, yang semula ditugaskan oleh Sultan Mustainbillah sebagai kepala pemerintahan di Kotawaringin adalah Dipati Ngganding (1615)?. Oleh Dipati Ngganding kemudian diserahkan kepada menantunya Pangeran Dipati Anta-Kasuma. Menurut Hikayat Banjar, wilayah Kotawaringin adalah semua desa-desa di sebelah barat Banjar (sungai Banjar = sungai Barito) hingga sungai Jelai. Wilayah Kerajaan Kotawaringin paling barat adalah Tanjung Sambar (Kabupaten Ketapang), batas utara adalah Gunung Sarang Pruya (kabupaten Melawi) dan di timur sampai sungai Mendawai (Tanjung Malatayur) yaitu bagian barat Provinsi Kalimantan Tengah, sedangkan bagian timur Kalimantan Tengah yang dikenal sebagai daerah Biaju (Tanah Dayak) serta daerah pedalaman yang takluk kepadanya tetap di bawah otoritas kepala suku Dayak. Kotawaringin sempat menjajah negeri Matan dan Lawai atau Pinoh dan menuntut daerah Jelai sebagai wilayahnya. Daerah aliran sungai Pinoh (Kabupaten Melawi) merupakan termasuk wilayah Kerajaan Kotawaringin. Daerah aliran Sungai Jelai, di Kotawaringin di bawah kekuasaan Banjarmasin, sedangkan sungai Kendawangan di bawah kekuasaan Sukadana.

Sabtu, 10 September 2011

Tuhan Merencanakan, Manusia yang Menentukan!

uhan sudah merencanakan hidup ciptaanNya ketika dilahirkan ke dunia, dan memberikan hak kepada manusia untuk menentukan jalan hidupnya.
namun kebanyakan manusia kepintaran menentukan
jalan hidupnya sendiri dengan menggunakan pemikiran sendiri, bukannya kehendak Tuhan !
Tuhan adalah Sang Perencana, dan manusia adalah sebagai
pelaksananya, begitu semestinya !
* * *
Kemungkinan ada diantara kita yang komplain atau
merasa judul diatas salah tulis. Saya katakan tidak!
Hal ini bisa dimaklumi karena selama ini kita
memang sudah terbiasa dengan kalimat “Manusia
merencanakan, Tuhan yang menentukan”. Dalam hal
ini saya tidak membantah kebenarannya, karena
memang ada kebenarannya.
Tetapi beberapa hari yang lalu ketika membaca
sebuah tulisan”Manusia hanya bisa menentukan,
Tuhan jualah yang menentukan” seketika itu pikiran
saya langsung bereaksi dan menginspirasi
melahirkan sebuah kalimat seperti judul diatas.
Menurut saya kalimat “Manusia merencanakan,
Tuhan yang menentukan” lebih banyak mengarah
kepada kata-kata penghiburan semata ketika kita salah melangkah.
Ketika manusia mulai merencanakan apa yang
diinginkan dalam hidupnya dan itu tidak tercapai, lalu
kita katakan Tuhan belum mengijinkan. Padahal apa
yang menjadi tujuannya adalah hal yang baik dan
dalam kebenaran.
Oleh sebab itu saya katakan, keinginan tersebut
belum sesuai rencana Tuhan.
Bila kita mau telah lebih luas lagi, bukankah Tuhan
telah merencanakan hidup atas manusia? Semuanya
tertuang dalam Firman-FirmanNya didalam Kitab Suci
dan PengajaranNya melalui Para Nabi!
Tuhan menginginkan manusia yang notabene adalah
ciptaanNya untuk menjalankan kewajibanNya dan
menjauhi laranganNya yang pada akhirnya bisa
menyerupaiNya.
Namun bisa kita saksikan pada kenyataannya,
kebanyakan manusia lebih memilih untuk
menentukan jalan hidupnya dengan mengindahkan
Rencana - Rencana Tuhan.
Lebih mengandalkan kepintaran dan logika tanpa
mau menggunakan kearifan yang ia miliki.
Lebih memilih menggunakan hati manusianya yang
penuh kesesatan daripada menggunakan Hati Nurani,
Pelita Penerang yang spesial diberikan Tuhan sebagai nakhoda
kehidupan.
Seharusnya kita menentukan hidup kita adalah sesuai rancangan dan rencana Tuhan untuk kita, yang apabila dilaksanakan pasti berujung kebahagiaan.
Jadi, apabila hidup manusia menjadi kacau, penuh
permusuhan, perang dimana-mana, bencana silih
berganti, itu bukanlah ketentuan Tuhan, melainkan
karena manusianya hidup tidak sesuai dengan Rencana
Tuhan.
Rencana Tuhan adalah agar semua manusia bisa hidup damai di dunia dan bisa
kembali ke surga karena itu memang layak untuk
manusia yang merupakan makhluk kesayangan
Tuhan. Namun entah mengapa manusia menyerobot
dan berlomba-lomba memasuki neraka yang
sesungguhnya dikhususkan untuk para iblis?!
Sesungguhnya yang seharusnya menjadi perenungan
kita adalah apakah kita telah menentukan jalan hidup sesuai dengan
yang direncanakan Tuhan?
Atau kita masih sibuk merencanakan hidup kita, dengan pasrah mengatakan , biarlah nanti Tuhan yang menentukan?

By,Katedra Rajawen Jr

Jumat, 09 September 2011

Kisah PULAU KALIMANTAN nama jaman TUA pra sejarah


Dahulu nama pulau terbesar ketiga di dunia ini adalah Warunadwipa yang artinya Pulau Dewa Laut. Kalimantan dalam berita-berita China (T’ai p’ing huan yu chi) disebut dengan istilah Chin li p’i shih. Nusa Kencana” adalah sebutan pulau Kalimantan dalam naskah-naskah Jawa Kuno. Orang Melayu menyebutnya Pulau Hujung Tanah (P’ulo Chung). Borneo adalah nama yang dipakai oleh kolonial Inggris dan Belanda.

Pada zaman dulu pedagang asing datang ke pulau ini mencari komoditas hasil alam berupa kamfer, lilin dan sarang burung walet melakukan barter dengan guci keramik yang bernilai tinggi dalam masyarakat Dayak. Para pendatang India maupun orang Melayu memasuki muara-muara sungai untuk mencari lahan bercocok tanam dan berhasil menemukan tambang emas dan intan di Pulau ini.

Di Kalimantan berdiri kerajaan Kutai. Kutai Martadipura adalah kerajaan tertua bercorak Hindu di Nusantara. Nama Kutai sudah disebut-sebut sejak abad ke 4 (empat) pada berita-berita India secara tegas menyebutkan Kutai dengan nama “Quetaire” begitu pula dengan berita Cina pada abat ke 9 (sembilan) menyebut Kutai dengan sebutan “Kho They” yang berarti kerajaan besar. Dan pada abad 13 (tiga belas) dalam kesusastraan kuno Kitab Negara Kertagama yang disusun oleh Empu Prapanca ditulis dengan istilah “Tunjung Kute”. Peradaban Kutai masa lalu inilah yang menjadi tonggak awal zaman sejarah di Indonesia.

SUKU DAYAK BERASAL DARI KHYANGAN KE TANAH BORNEO :ASLI SUKU KALIAMANTAN(BORNEO),KARYA ANDEAS Y.P,S.KOM ,PENELUSURAN SASTRA LISAN

Versi Ibanic Grop

Di masa lalu masyarakat yang kini disebut Dayak Mualang ini hidup dan bergabung dengan kelompok serumpun Iban lainnya dan masa itu mereka tergabung sebagai masyarakat Pangau Banyau ( kumpulan orang-orang khayangan dan manusia )kemudian kesemuanya itu disebut Urang Negeri Panggau/Orang Menua artinya orang yang berasal dari tanah ini (Borneo).

Tampun Juah

'Tampun Juah' merupakan tempat pertemuan dan gabungan bangsa Dayak yang dimasa lalu yang kini disebut Ibanic group. Sebelum di Tampun Juah masyarakat Pangau Banyau hidup di daerah bukit kujau’ dan bukit Ayau, kira-kira di daerah Kapuas Hulu, kemudian pindah ke Air berurung, Balai Bidai, Tinting Lalang kuning dan Tampun Juah, dalam pengembaraannya dari satu tempat ke tempat lain di mungkinkan ada yang berpisah dan membentuk suku atau kelompok lainnya. Daerah persinggahan akhir yakni di Tampun Juah. Di sana mereka hidup dan mencapai zaman Eksistensi / keemasan, dalam tiga puluh buah Rumah Panjai ( rumah panggung yang panjang ) dan tiga puluh buah pintu utama. Mereka hidup aman, damai dan harmonis.

Tampun Juah sendiri berasal dari dua buah kata yakni: Tampun dan Juah, terkait dengan suatu peristiwa yang bersejarah yang merupakan peringatan akhir terhadap suatu larangan yang tak boleh terulang selama-lamanya. Tampun sendiri adalah suatu kegiatan pelaksanaan Eksekusi terhadap dua orang pelanggar berat yang tidak dapat ditolelir, yakni dengan cara memasung terlentang dan satunya ditelungkupkan pada pasangan yang terlentang tersebut, kemudian dari punggung yang terlungkup di tumbuk dengan bambu runcing, kemudian keduanya dihanyutkan di sungai.

Kesalahan tersebut dikarenakan keduanya terlibat dalam perkawian terlarang (mali) hubungan dengan sepupu sekali (mandal). Laki-laki bernama Juah dan perempuan bernama Lemay. Eksekusi dilakukan oleh seorang yang bernama lujun (algojo / tukang eksekusi) pada Ketemenggungan Guntur bedendam Lam Sepagi/Jempa.

kehidupan Tampun juah juga erat hubungannya dengan kehidupan ritual dan keagamaan. Pemimpin spiritual tersebut adalah sepasang suami istri yang bernama Ambun menurun ( laki-laki ) dan Pukat Mengawang ( perempuan).

Kedua orang tersebut merupakan symbol terciptanya manusia pertama ke dunia, sesuai dengan arti dari nama keduanya. Ambun menurun yaitu embun yang turun ke bumi, symbol seorang laki –laki dan pukat mengawan adalah celah – celah dari jala / pukat yang membentang, symbol wanita. Embun tersebut menerobos atau menembus celah pukat merupakan symbol hubungan intim antara pria dan wanita. Pasangan suami istri tersebut, mempunyai sepuluh orang anak yakni: Tujuh orang laki –laki dan tiga orang perempuan. Yaitu:

  1. Puyang Gana ( Roh Bumi / Penguasa tanah, meninggal sewaktu lahir )
  2. Puyang Belawan
  3. Dara Genuk ( perempuan )
  4. Bejid manai
  5. Belang patung
  6. Belang pinggang
  7. Belang bau
  8. Dara kanta” ( perempuan )
  9. Putong Kempat ( perempuan )
  10. Bui Nasi ( awal mula adanya nasi)

- Puyang Gana lahir tidak seperti kelahiran manusia normal, ia mempunyai kaki satu, tangan satu dan lahir dalam keadaan meninggal. Karena mempunyai tubuh yang tidak lazim atau jelek, ia diberi nama Gana, ia di kubur dibawah tangga. Ketika ada pembagian warisan ia datang dalam rupa yang menyeramkan (hantu) dan meminta bagiannya hingga karna suatu alasan maka ia mengklaim dirinya sebagai penguasa seluruh tanah dan hutan.( Baca, tentang kerajaan Sintang pada buku Sejarah Hukum Adat dan Adat Istiadat Kalimantan Barat hal.184 – 188 ). - Puyang Belawan lahir secara normal seperti manusia biasa. - Dara Genuk lahir kerdil atau mempunyai tangan dan kaki yang pendek, oleh sebab itu ia di sebut Dara genuk. - Bejid Manai lahir dan mempunyai sedikit kelainan pada bagian tubuhnya, yakni kemaluannya besar. Oleh sebab itulah ia disebut Bejid Manai. - Belang Patung lahir dan mempunyai kelainan pada setiap ruas tulangnya yang belang – belang, oleh sebab itu ia disebut Belang Patung. - Belang Pinggang lahir dan mempunyai pinggang yang belang, oleh sebab itu ia disebut Belang Pinggang. - Belang Bau lahir dalam keadaan belang dan tubuhnya bau, oleh sebab itu ia disebut Belang Bau. - Dara Kanta” lahir normal tetapi mempunyai Cala ( tanda hitam ) dipipinya, oleh sebab itu ia disebut Dara Kanta”. - Putong Kempat lahir dalam keadaan normal dan ia mempunyai tubuh yang indah dan kecantikannya luar biasa tak terbayangkan, Upa Deatuh / upa dadjangka” oleh sebab itu ia disebut Putong Kempat. - Bui Nasi lahir dalam keadaan aneh, karena lansung dapat bicara dan merengek minta nasi dan kelahiran inilah awal mula orang Pangau Banyau makan Nasi.2. ( Baca, tentang kerajaan Sintang pada buku Sejarah Hukum Adat dan Adat Istiadat Kalimantan Barat hal.185). Menyebabkan ayah dan Ibunya memohon kepada Petara untuk mengubahnya menjadi bibit padi.

Orang Buah Kana

Di masa itu kehidupan manusia dan para Dewa serta mahluk halus, sama seperti hubungan antara manusia yang satu dengan yang lainnya, termasuklah hubungan yang sangat akrab dan harmonis antara masyarakat Tampun Juah dengan Orang Buah Kana ( Dewa pujaan ).

versi Kharinga : Dayak Kalteng

Menurut kepercayaan agama Hindu Kaharingan, manusia berasal dari keturunan Raja Bunu yang menuju jalan pulang ke Ranying Hatalla Langit (Tuhan Yang Maha Esa).

Raja Bunu adalah anak dari pasangan Manyamei Tunggul Garing Janjahunan Laut dan Kameloh Putak Bulau Janjulen Karangan Limut Batu Kamasan Tambun. Manyamei Tunggul Garing dan Kameloh Putak Bulau merupakan menurut Hindu Kaharingan adalah manusia yang pertama kali diciptakan oleh Ranying Hatalla Langit. Dan Raja Bunu memang diwariskan untuk menghuni bumi dengan ciri–ciri keturunannya bisa mati atau meninggal setelah keturunan ke sembilan. Ciri–ciri yang lain adalah Raja Bunu tidak bisa menginang, maka diganti makanannya diganti menjadi beras, lauk–pauk, dan lain-lain seperti makanan kita sekarang ini.

Raja Bunu dianugrahi oleh Ranying Hatalla Langit sebuah besi bernama Sanaman Lenteng. Sanaman Lenteng adalah sebuah besi yang tidak sengaja ditemukan oleh Raja Bunu sewaktu ia bermain di sungai dengan kedua saudaranya. Kedua saudara Raja Bunu itu masing–masing bernama Raja Sangen dan Raja Sangiang. Besi yang ditemukan oleh tiga bersaudara ini aneh, karena yang satu ujung besinya timbul ke permukaan air dan ujung yang lain tenggelam. Kalo dianalogikan, seharusnya seluruh batang besi itu tenggelam.

Raja Bunu secara tidak sengaja memegang ujung Sanaman Lenteng yang tenggelam dan kedua saudaranya memegang ujung yang timbul ke permukaan air, sehingga menurut ceritanya gara-gara Raja Bunu tidak sengaja memegang ujung dari Sanaman Lenteng yang tenggelam, maka kehidupannya tidak abadi seperti kedua saudaranya yang lain, yaitu Raja Sangen dan Raja Sangiang. Besi yang mereka dapati itu akhirnya dibuat menjadi Dohong Papan Benteng (sejenis alat khas yang bentuknya seperti pisau) oleh ayah mereka.

Raja Bunu dan kedua saudaranya dianugrahi juga oleh Ranying Hatalla Langit seekor burung yang bernama Gajah Bakapek Bulau Unta Hajaran Tandang Barikur Hintan. Mereka dianugrahi seekor burung itu ketika mereka sedang berada di sebuah bukit yang bernama Bukit Engkan Penyang.

Ketika mereka sudah mendapati burung itu, rupanya tiga saudara itu tidak ada yang mau mengalah dan terus berebut untuk mendapatkan burung itu. Tiba–tiba Raja Sangen menghunus dohong-nya lalu menghujamkannya ke arah burung itu. Sehingga darah burung itu pun keluar dan Raja Sangen pun berinisiatif untuk menampung darah burung tersebut ke sebuah sangku (sejenis mangkok). Dan dengan sekejap darah burung yang ditampung di dalam sangku itu pun berubah menjadi emas, berlian, dan permata.

Rupanya ayah ketiga bersaudara itu mengetahui perbuatan ketiga anaknya itu. Maka, dengan kesaktiannya sang ayah pun pergi menemui ketiga anaknya itu. Sesampainya di sana Manyamei Tunggul Garing (ayah mereka) melihat apa yang telah diperbuat oleh anaknya karena sang ayah merasa iba kepada burung itu dan takut ketiga anaknya kualat dengan Ranying Hatalla Langit atas perbuatan mereka, sang ayah pun dengan kesaktiannya menyembuhkan luka pada burung itu.

Karena rasa iri terhadap saudaranya yang mendapatkan emas, berlian, dan harta itu. Maka, Raja Sangiang pun menghujamkan dohong-nya ke arah burung itu sehingga darah burung itu pun keluar dengan derasnya dan ia pun melakukan hal yang sama yaitu mengambi sangku untuk menampung darah burung itu. Kejadiannya pun sama persis dengan yang didapatkan oleh Raja Sangen yaitu, emas, berlian, dan lain-lain. Dan ayah mereka pun akhirnya menyembuhkan luka pada burung tersebut. Sehingga burung itu pun sehat kembali.

Dan lagi–lagi keserakahan dan rasa iri itu menghinggapi Raja Bunu. Ia pun melakukan apa yang telah dilakukan oleh kedua saudaranya itu dan ia pun mendapatkan hasil yang sama seperti yang diperoleh oleh kedua saudaranya. Dan lagi–lagi sang ayah pun karena merasa iba akan burung itu maka ia pun menyembuhkan luka burung itu. Tetapi rupanya luka burung itu tidak dapat sembuh seperti sedia kala. Akhirnya burung itu terbang dengan membawa luka dan darahnya menetes membasahi wilayah itu. Darah burung yang menetes itulah yang kemudian menjadi kekayaan yang berlimpah ruah. Karena kondisi fisik burung itu yang semakin lelah dan lukanya semakin parah, burung itu pun akhirnya mati.

Akhirnya tempat burung itu mati dipenuhi dengan kekayaan yang abadi, dan menurut kepercayaan agama Hindu Kaharingan tempat itu disebut dengan Lewu Tatau (Surga).

Versi :kanayant:

Sejarah dapat dilihat berawal dari kisah cerita Ne' Baruakng Kulup ( salah satu versi cerita) yang menurunkan padi dari atas langit, ke bumi. Ne' Baruakng adalah anak Ne' Ja'ek, yang berjasa memperoleh tangkai padi untuk pertama kalinya dari seekor burung pipit, yang membawangnya diantara dua buah batu badangkop ( batu kembar) dan sekarang dapat ditemui dibukit Talaga.

Alkisah, mereka tinggal diatas (langit) . Ne' Baruakng ini yang sering turun ke bumi berkomunikasi dengan mahluk di bumi, suatu hari melihat mereka (penduduk bumi) makan kulat karakng (cendawan), yang sangat asing baginya. Secara kebetulan pula Ne' Baruakng waktu di bumi membawa butir butir putih ( yang kemudian dikenal dengan nasi).

Keadaan ini terlihat oleh mahluk di bumi. Mereka meminta dan memakannya. Terasa enak. Singkat kata, sejak saat itulah Ne' Baruakng lalu memperkenalkan padi di Bumi.

Sejak itu pula mahluk dibawah (bumi) mulai makan nasi dan meninggalkan cendawan kerang.

Kepercayaan masyarakat Talaga bahwa asal Dayak, khususnya Kanayatn( mereka sebut pula dengan Dayak Bukit) adalah atas, tempat yang serba menyenangkan dan dikenal dengan sebutan Bawakng. Karenanya, dalam setiap bentuk upacara adat para tokoh Dayak ini tidak melupakan sebuatan Bawakng ini, yang menyatakan sumber atau asal usul Dayak Kanayatn. Nampaknya tempat inilah dulunya yang merupakan asal usul keluarga Ne' Baruakng, yang sudah menjadi Talino. Melihat bukti sejarah, seperti batu badangkop di bukit Telagadapat diketahui bahwa Talaga adalah bagian dari tempat diatas (langit) atau Bawakng.

Dayak Kanayatn yang bermukim di Binua Talaga yang terdapat di kecamatan Sengah Temila kini menyebar kebeberapa Kampung ( Sahamp, Palo'atn, Aur Sampuk, Sinakin. Gombang)

Asal Mula Manusia dan Alam Semesta dalam Pandangan Orang Taman

Orang Daya Taman sebagaimana juga orang Daya sebagai keseluruhan, tidak memilki tradisi tertulis dalam sejarah peradabannya. Mereka hanya memiliki tradisi lisan, dan tradisi lisan itupun sekarang hampir terlupakan karena orang Daya telah mengenal tulisan. Pengenalan akan tulisan ini lahir dari pengaruh masuknya misi agama Katolik dan pendidikan formal pemerintah. Dalam sejarahnya, tradisi lisan sangat vital bagi masyarakat Daya. Inilah satu-satunya cara untuk menyampaikan detil-detil tradisi atau aturan-aturan hidup kepada anak cucu secara turun temurun. Dalam cerita yang disampaikan secara turun temurun itu diketahui bahwa manusia dan alam semesta memiliki awal kejadian yang tak lepas dari adanya wujud tertinggi.

Asal mula alam semesta dan manusia dalam pandangan orang Daya Taman dapat diketahui dalam kisah penciptaan yang dituturkan tiga malam berturut-turut dalam acara bumbulan yang disebut cerita kalimongonan. Kalimongonan adalah acara penuturan kembali peristiwa kejadian asal mula alam semesta dan manusia. Menceritakan kembali persitiwa penciptaan merupakan bagian inti dari acara bumbulan. Upacara bumbulan merupakan upacara penting menjelang pesta Gawai raa. Dalam cerita tersebut dikatakan bahwa alam semesta ini diciptakan oleh Alaatala.

Alaatala menciptakan alam semesta yakni langit dan bumi beserta isinya dengan kuasa mujizat atau disebut dengan panyunyua. Panyunyua adalah cara Alaatala menggunakan kehendaknya untuk mengadakan segala sesuatu menjadi ada seketika tanpa bahan dan alat. Setelah Alaatala menciptakan langit dan bumi beserta isinya, Alaatala memberi tugas kepada Piang Sampulo untuk membuat manusia sesuai dengan rupa Piang Sampulo sendiri. Piang Sampulo inilah yang kemudian mengajarkan cara hidup kepada manusia pertama yang ia ciptakan. Manusia pertama yang diciptakan oleh Piang Sampulo dan Bai’ Kunyanyik bernama Bai’ Idi’langilangsuan dan Piang Tina.

VERSI DAYAK TAMAN KAPUAS

Asal Mula Manusia dan Alam Semesta dalam Pandangan Orang Taman

Orang Daya Taman sebagaimana juga orang Daya sebagai keseluruhan, tidak memilki tradisi tertulis dalam sejarah peradabannya. Mereka hanya memiliki tradisi lisan, dan tradisi lisan itupun sekarang hampir terlupakan karena orang Daya telah mengenal tulisan. Pengenalan akan tulisan ini lahir dari pengaruh masuknya misi agama Katolik dan pendidikan formal pemerintah. Dalam sejarahnya, tradisi lisan sangat vital bagi masyarakat Daya. Inilah satu-satunya cara untuk menyampaikan detil-detil tradisi atau aturan-aturan hidup kepada anak cucu secara turun temurun. Dalam cerita yang disampaikan secara turun temurun itu diketahui bahwa manusia dan alam semesta memiliki awal kejadian yang tak lepas dari adanya wujud tertinggi.

Asal mula alam semesta dan manusia dalam pandangan orang Daya Taman dapat diketahui dalam kisah penciptaan yang dituturkan tiga malam berturut-turut dalam acara bumbulan yang disebut cerita kalimongonan. Kalimongonan adalah acara penuturan kembali peristiwa kejadian asal mula alam semesta dan manusia. Menceritakan kembali persitiwa penciptaan merupakan bagian inti dari acara bumbulan. Upacara bumbulan merupakan upacara penting menjelang pesta Gawai raa. Dalam cerita tersebut dikatakan bahwa alam semesta ini diciptakan oleh Alaatala.

Alaatala menciptakan alam semesta yakni langit dan bumi beserta isinya dengan kuasa mujizat atau disebut dengan panyunyua. Panyunyua adalah cara Alaatala menggunakan kehendaknya untuk mengadakan segala sesuatu menjadi ada seketika tanpa bahan dan alat. Setelah Alaatala menciptakan langit dan bumi beserta isinya, Alaatala memberi tugas kepada Piang Sampulo untuk membuat manusia sesuai dengan rupa Piang Sampulo sendiri. Piang Sampulo inilah yang kemudian mengajarkan cara hidup kepada manusia pertama yang ia ciptakan. Manusia pertama yang diciptakan oleh Piang Sampulo dan Bai’ Kunyanyik bernama Bai’ Idi’langilangsuan dan Piang Tina.

Menurut Y. C. Thambun Anyang, kepercayaan terhadap Alaatala sudah ada jauh sebelum kedatangan agama Hindu, Budha, Islam, Katolik, dan Protestan. Orang Taman percaya bahwa tujuan hidup manusia ialah Alaatala. Alaatala itu berupa roh kekal dan dianggap sebagai sumber keselamatan bagi manusia. Meskipun dianggap sebagai sumber keselamatan, orang Taman tidak memiliki upacara yang dipersembahkan secara istimewa kepada Alaatala, kecuali doa untuk meminta agar hidup selamat, terhindar dari segala penyakit dan marabahaya. Upacara untuk penghormatan dengan kurban atau sesajen diadakan untuk para arwah leluhur atau roh-roh nenek moyang. Upacara adat sebagai ungkapan religiositas asli selalu melibatkan leluhur. Upacara adat Gawai raa permohonan keselamatan bagi kehidupan manusia dialamatkan kepada Alaatala, melalui leluhur.

Orang Daya Taman meyakini adanya eksistensi roh. Roh dalam kepercayaan tradisional sangat berpengaruh kuat dalam kehidupan. Roh dalam bahasa Taman ialah Sumangat. Keberadaan Sumangat ini tidak hanya pada manusia tetapi juga ada pada makhluk-makhluk lain, seperti binatang dan juga pada benda-benda hidup maupun benda mati yang ada dalam alam semesta ini. Roh-roh yang ada pada setiap makhluk dan benda itu berasal dari Sang Pencipta atau Alaatala, sebab roh yang ada tersebut merupakan ciptaan Alaatala. Alaatala dengan kuasanya menciptakan langit dan bumi serta manusia bersama ciptaan lain untuk hidup dan tinggal di dalamnya.

Kepercayaan tertinggi orang Taman adalah kepercayaan kepada Alaatala. Mula-mula Alaatala dengan kuasaNya, menciptakan Sampulo, kemudian Sampulo diberi kuasa oleh Alaatala untuk menciptakan manusia. Maka, atas dasar kuasa Alaatala itu pula Sampulo diberi tugas untuk membuat manusia sesuai dengan citra Sampulo yang diciptakan oleh Alaatala sendiri. Manusia yang diciptakan Sampulo atas kuasa Alaatala itu memiliki roh yang berasal dari Alaatala sendiri. Roh yang ada pada manusia dimasukkan oleh Sampulo lewat kepala pada saat Sampulo menciptakan manusia pertama. Kepala merupakan tempat Sampulo meniupkan nafas kehidupan sehingga manusia dapat hidup, bergerak, berbicara dan berjalan. Maka ubun-ubun di kepala manusia merupakan pintu keluar masuknya roh itu.

Orang Taman meyakini keberadaan roh yang disebut Sumangat itu. Selain roh yang berasal dari Alaatala, diyakini pula keberadaan roh-roh lain sebagai lawan dari roh yang hidup dalam ciptaan Alaatala itu, yakni roh halus yang suka menangkap jiwa manusia. Dalam bahasa Taman roh halus itu disebut Sai. Dalam kepercayaan orang Taman, munculnya penyakit yang diderita oleh manusia merupakan perbuatan dari Sai yang suka menangkap jiwa manusia tersebut. Maka untuk menyembuhkan orang dari penyakitnya ialah dengan mengambil kembali roh (Sumangat) orang tersebut dari cengkraman roh halus (Sai). Untuk itu diadakanlah upacara penyembuhan pengambilan kembali Sumangat yang telah ditangkap oleh Sai itu. Upacara ini disebut dengan upacara bermanang atau Balian (bahasa Melayu) atau upacara arabalien (bahasa Taman). Upacara bermanang atau arabalien itu dikerjakan oleh Manang (Melayu), Balien (Taman). Manang atau Balien adalah orang yang memiliki kharisma tertentu dan bisa berkomunikasi dengan Sai, maka hanya merekalah yang dapat melakukan upacara penyembuhan.

INILAH SEJARAH ASLI ASAL MULA ORANG DAYAK YANG ADA DI TANAH BORNEO DARI SASTRA LISAN DAYAK YANG TUMBUH SECARA TURUN TEMURUN BUKAN BERASAL DARI DAERAH APA DAN SIAPA MENURUT TEORY IMIGRASI

YANG DI PERCAYAI BERASAL DARI KHAYANGAN TURUN KE BORNEO