Senin, 22 November 2010

Entah ideologi apa yang ada di tubuh organisasi ini? Keluarga Pelajar Mahasiswa Kalimantan Barat (KPMKB) yang didirikan di Yogyakarta pada tanggal 20

Entah ideologi apa yang ada di tubuh organisasi ini? Keluarga Pelajar Mahasiswa Kalimantan Barat (KPMKB) yang didirikan di Yogyakarta pada tanggal 20 Juli 1951, di dalam Anggaran Dasarnya yang ditetapkan pada Musyawarah Besarnya yang ke-8 pada tanggal 5-6 Maret 2005 di... Surabaya, Bab VII tentang Asrama & Rayon, Pasal 16 Ayat 2, menyatakan : “Seluruh asrama KPMKB putra bernama Rahadi Oesman & seluruh asrama KPMKB putri bernama Dara Juanti.” Mengapa hal ini bisa terjadi? Mengapa KPMKB memakai cara voting untuk mengalahkan suara Dayak yang pada Mubes ke-8 itu hanya diwakili oleh 1 suara saja? Sementara suara Melayu nyata-nyata lebih dari 1. Mengapa KPMKB menolak mengakui asrama milik Pelajar Mahasiswa Dayak Kalimantan Barat yang bernama J.C.Oeavang Oeraay (JCOO) sebagai bagian dari KPMKB? Padahal KPMKB yang di dalamnya terdiri dari asrama-asrama Rahadi Oesman (RO) & asrama JCOO adalah sama-sama aset milik Pemda Provinsi Kalbar. Maka jelaslah KPMKB telah mendiskriminasikan & dengan sengaja mengkerdilkan hak-hak asrama JCOO & Dayak sebagai penduduk asli Kalimantan Barat. KPMKB mulai merakit bom waktu untuk dirinya sendiri. Asrama JCOO awalnya bernama Sekretariat Bersama J.C.Oeavang Oeraay, berdiri pada tanggal 29 Juli 2001 di Yogyakarta. Didirikan oleh putra-putra terbaik Dayak Kalbar atas kesadaran yang tinggi untuk bersatu, atas kesadaran untuk tidak lagi berjuang secara kedaerahan/kabupaten, tetapi sudah saatnya untuk memandang Dayak secara utuh sebagai penduduk asli Kalbar yang juga berhak menikmati kesempatan memiliki asrama sendiri di Yogyakarta. Tanggal 30 Agustus 2002 kesempatan emas itu akhirnya datang & berdirilah Asrama Pelajar Mahasiswa Kalbar IV J.C.Oeavang Oeraay dengan status yang sah sebagai aset Pemda Kalbar di Yogyakarta. Bulan Oktober 2002, untuk pertama kalinya diselenggarakanlah Pesta Seni & Budaya Dayak se-Kalimantan di Yogyakarta oleh Forum Komunikasi Pelajar Mahasiswa Kristiani Sintang (FKPMKS). Pada saat itu juga telah dilakukan sosialisasi tentang Asrama Pelajar Mahasiswa Kalbar IV JCOO sebagai sesama aset Pemda Kalbar yang sah kepada KPMKB, karena saat acara itu berlangsung perwakilan dari KPMKB Yogyakarta juga diundang untuk menghadiri acara tersebut. Artinya, mulai sejak itu, KPMKB sudah mengetahui keberadaan & status Asrama JCOO. Tetapi mereka secara terang-terangan & dengan sengaja pada tahun 2005 dalam Mubesnya yang ke-8 di Surabaya telah membuat Anggaran Dasar yang jelas-jelas melecehkan keberadaan Asrama JCOO, yang juga berarti melecehkan Dayak sebagai penduduk asli Kalbar yang tidak terbantahkan. Mulai sejak itu, Mubes KPMKB tidak pernah lagi diselenggarakan di Yogyakarta, yang sudah pasti dimaksudkan untuk menghindari basis kekuatan Dayak terbesar di Pulau Jawa ini. KPMKB terus merakit bom waktu untuk dirinya sendiri. Pengurus asrama JCOO bukannya tidak pernah mengurus masalah ini. Mereka pernah dengan biaya pribadi berangkat ke Jakarta pada tahun 2007 untuk menemui Kepala Kantor Perwakilan Pemerintah Provinsi Kalbar guna memperjuangkan status & hak-hak Asrama JCOO sebagaimana aset Pemda Kalbar yang lain yang bernama Asrama Rahadi Oesman. Hak yang paling mendasar di antaranya adalah seperti yang terdapat pada Anggaran Dasar KPMKB Bab IX tentang Keuangan KPMKB ayat 2 : “Dana tetap dari Pemerintah Daerah Kalbar.” Yang mana sampai dengan tulisan ini dibuat Asrama JCOO tidak pernah sekalipun mendapatkannya. Celakanya lagi, pengurus Asrama JCOO yang hanya berhasil berbicara melalui telpon (entah sudah disetting untuk tidak mau menemui atau tidak) dengan Kepala Kantor Perwakilan Pemprov Kalbar di Jakarta mendapatkan penjelasan bahwa pihaknya sudah menyerahkan sepenuhnya masalah pembagian jatah dana operasional asrama-asrama aset Pemda Kalbar ini kepada pihak KPMKB Pusat di Jakarta yang dikepalai oleh Presiden KPMKB, & ketika dikonfrontir, menurut Presiden KPMKB sendiri pada saat ini, jika Asrama JCOO ingin mendapatkan hak dana operasional tetap dari Pemda Kalbar maka nama Asrama J.C.Oeavang Oeraay harus diganti menjadi Asrama Rahadi Oesman IV. Bayangkan, kebijakan keji yang sekaligus mengalahkan kebijakan Pemda Kalbar sendiri. Apa yang salah dengan nama Asrama JCOO? Berdasarkan SK Gubernur Kalbar Nomor : 915/69/KEU-A Tahun 2002 tertanggal 1 Mei 2002 tentang Pengesahan Proyek Pembangunan Propinsi Kalbar Tahun Anggaran 2002 sudah menerangkan bahwa pembelian asrama di Yogyakarta yang kemudian bernama Asrama Pelajar Mahasiswa Kalbar IV JCOO itu adalah aset Pemda Kalbar. Berdasarkan sertifikat Hak Pakai Nomor : 00035 juga menerangkan bahwa instansi pengguna/pengelola adalah Pemda Provinsi Kalbar & diperuntukan sebagai asrama mahasiswa. Kemudian pada bulan November 2006 Asrama JCOO bahkan pernah mendapatkan perehaban ringan yang menurut pemborongnya disponsori oleh Biro Perlengkapan Pemda Kalbar. Tetapi mengapa dengan gampangnya segala bukti & fakta itu dimentahkan oleh KPMKB? Mereka betul-betul menguji kesabaran Dayak dengan bom waktunya. Beberapa anggota Dewan Perwakilan Rakyat Propinsi Kalbar yang kebetulan berkunjung ke Yogyakarta pada saat itu juga pernah menyinggahi Asrama JCOO. Mereka mendengarkan secara langsung keluh kesah para penghuni asrama, yang sampai harus mengumpulkan dana pribadi untuk membayar beban listrik, telpon, bahkan Pajak Bumi & Bangunan. Mereka juga melihat sendiri (ada juga yang memotret) kondisi asrama yang menyedihkan, bekas rembesan air, & dek ruangan yang bolong-bolong karena bocor jikalau hujan. Sekedar perbandingan, asrama-asrama Rahadi Oesman mendapat dana operasional secara rutin dari Pemprov Kalbar melalui Kantor Perwakilan Pemprov Kalbar di Jakarta & disalurkan oleh KPMKB Pusat. Sampai detik ini hasil dari kunjungan anggota-angota dewan itupun masih nihil, entah sekedar tebar-tebar pesona sajakah atau aspirasi penghuni asrama JCOO dihanyutkan entah kemana. Padahal orang penting di Biro Perlengkapan Pemda Kalbar pada saat itu sampai sekarang masih orang yang sama. Sangat tidak mungkin jika anggota-anggota dewan tersebut tidak mengenal Kepala Biro Perlengkapan Pemda Kalbar kan? Tetapi demikianlah kenyataannya. Anggota dewan masih diragukan kepeduliannya, biologisnya mungkin Dayak, tetapi jiwanya belum tentu. Mukjijat itu pun akhirnya datang pada November 2009. Putri Gubernur Kalbar yang juga anggota Dewan Perwakilan Rakyat Pusat dr.Karolin mengunjungi Asrama JCOO. Kali ini aspirasi penghuni asrama betul-betul tersalurkan. Hasilnya, pada bulan Februari 2010 Asrama JCOO tampil beda dengan wajah barunya setelah mengalami perehaban berat dengan dana perehaban yang diantar langsung oleh Perwakilan Biro Perlengkapan Pemda Kalbar. Salut kepada bukti nyata kepedulian beliau. Tetapi tetap saja masalah dana operasional rutin Asrama JCOO belum terselesaikan, & dosa-dosa KPMKB pun tidak bisa dimaafkan begitu saja. Dayak adalah penduduk asli Kalimantan Barat yang tidak terbantahkan. Dayak tidak membenci keberadaan etnis lain yang ada di Kalbar, baik yang sama-sama penduduk asli maupun pendatang. Memang dalam hal ini Dayak jauh tertinggal, KPMKB (Asrama Rahadi Oesman I) berdiri tahun 1951, sedangkan Asrama J.C.Oeavang Oeraay berdiri tahun 2001. Tetapi ketika Asrama JCOO ingin maju & menuntut hak yang sama, tidak ada alasan bagi KPMKB untuk menghambat, apalagi melarang. Tindakan pendiskriminasian seperti tertuang dalam Anggaran Dasar KPMKB pasal 16 ayat 2, serta pelecehan harus mengubah nama Asrama J.C.Oeavang Oeraay menjadi Asrama Rahadi Oesman IV untuk mendapatkan dana tetap dari Pemda Kalbar, adalah betul-betul suatu penghinaan yang tidak termaafkan. Alangkah indahnya jika kita bisa hidup berdampingan dengan damai, saling mendukung untuk maju bersama. Kami (Asrama JCOO) tidak bermaksud untuk merebut Asrama Rahadi Oesman, juga tidak bermaksud membubarkan KPMKB sekalipun di tubuh organisasi itu hanya mengakui etnis tertentu saja untuk tinggal di Asrama Rahadi Oesman. Kami yakin kami bisa belajar banyak hal di asrama kami sendiri (Asrama JCOO) & mampu untuk bersaing secara sehat dengan asrama-asrama Rahadi Oesman sebagai sesama aset Pemda Kalbar. Maka ketika kami menuntut hak yang pantas & sewajarnya kami peroleh melalui KPMKB, janganlah merakit bom waktu berdaya ledak tinggi yang nantinya justru mencelakai KPMKB sendiri. Kami juga masih mengakui KPMKB sebagai kependekan dari Keluarga Pelajar Mahasiswa Kalimantan Barat, bukan Keluarga Pelajar Melayu Kalimantan Barat. Asrama J.C.Oeavang Oeraay adalah perwakilan dari semua forum kabupaten yang ada di Yogyakarta, di dalamnya : Bengkayang, Sambas, Singkawang, Pontianak, Landak, Sanggau, Sekadau, Melawi, Sintang, Kapuas Hulu, & Ketapang. Kami pasti bersatu untuk bangkit melawan. (W_Kt)

Minggu, 21 November 2010

Pembagian Ciri Tari Dayak Di Kalimantan Barat


Bangsa Dayak di Kalimantan Barat terbagi berdasarkan sub-sub ethnik yang tersebar diseluruh kabupaten di Kalimantan Barat. Berdasarkan Ethno Linguistik dan cirri cultural gerak tari Dayak di Kalimantan Barat menjadi 4 kelompok besar, 1 kelompok kecil yakni:

1. Kendayan / Kanayatn Grop : Dayak Bukit (ahe), Banyuke, Lara, Darit, Belangin, Bakati” dll. Wilayah penyebarannya di Kabupaten Pontianak, Kabupaten Landak, Kabupaten Bengkayang, dan sekitarnya.mempunyai gerak tari, enerjik, stakato, keras.

2. Ribunic / Jangkang Grop/ Bidoih / Bidayuh : Dayak Ribun, Pandu, Pompakng, Lintang, Pangkodatn, Jangkang, Kembayan, Simpakng, dll. Wilayah penyebarannya di Kabupaten Sanggau Kapuas, mempunyai ciri gerak tangan membuka, tidak kasar dan halus.

3. Iban / Ibanic : Dayak Iban dan sub-sub kecil lainnya, Mualang, Ketungau, Kantuk, Sebaruk, Banyur, Tabun, Bugau, Undup, Saribas, Desa, Seberuang, dan sebagainya. Wilayah penyebarannya di Kabupaten Sambas (perbatasan), Kabupaten Sanggau / malenggang dan sekitarnya (perbatasan) Kabupaten Sekadau (Belitang Hilir, Tengah, Hulu) Kabupaten Sintang, Kabupaten Kapuas Hulu, Serawak, Sabah dan Brunai Darusalam. mempunyai ciri gerak pinggul yang dominan, tidak keras dan tidak terlalu halus.

4. Tamanic Grop : Taman, Tamambaloh dan sub nya, Kalis, dan sebagainya. Wilayah penyebarannya di Kabupaten Kapuas Hulu.ciri gerak mirif kelompok ibanic, tetapi sedikit lebih halus.

5. Kayaan, punan, bukat dll.

Selain terbagi menurut ethno linguistik yang terdata menurut jumlah besar groupnya, masih banyak lagi yang belum teridentifikasikan gerak tarinya, karena menyebar dan berpencar dan terbagi menjadi suku yang kecil-kecil. Misalnya Dayak Mali / ayek-ayek, terdapat dialur jalan tayan kearah kab. ketapang. kemudian Dayak Kabupaten Ketapang, daerah Persaguan, Kendawangan, daerah Kayong, Sandai, daerah Krio, Aur kuning. Daerah Manjau dsb.

Kemudian Dayak daerah Kabupaten Sambas, yaitu Dameo / Damea, Sungkung daerah Sambas dan Kabupaten Bengkayang dan sebagainya. Kemudian daerah Kabupaten Sekadau kearah Nanga Mahap dan Nanga Taman, Jawan, Jawai, Benawas, Kematu dan lain-lain. Kemudian Kabupaten Melawi, yaitu: dayak Keninjal(mayoritas tanah pinoh;antara lain desa ribang rabing, ribang semalan, madya raya, rompam, ulakmuid, maris dll)dayak Kebahan (antara lain desa:poring,nusa kenyikap, Kayu Bunga, dll yang memiliki tari alu dan tari belonok kelenang yang hampir punah), dayak Linoh (antara lain desa:Nanga taum,sebagian ulak muid, mahikam dll), dayak pangen (Jongkong, sebagian desa balaiagas dll), dayak kubing (antara lain desa sungai bakah/sungai mangat,nyanggai,nanga raya dll),dayak limai (antara lain desa tanjung beringin,tain, menukung, ela dll), dayak undau, dayak punan, dayak ranokh/anokh (antara lain sebagian di desa batu buil, sungai raya dll), dayak sebruang (antara lain didesa tanjung rimba, piawas dll),dayak Ot Danum ( masuk kelompok kal-teng), Leboyan dsb. Kemudian Kapuas Hulu diantaranya:Tari Ajat Temuai DataiLatar belakang

"Ajat Temuai Datai" diangkat dari bahasa Dayak Mualang (Ibanic Group), yang tidak dapat diartikan secara langsung, karna terdapat kejanggalan jika di diartikan kata per kata. Tetapi maksudnya adalah Tari menyambut tamu, bertujuan untuk penyambutan tamu yang datang atau tamu agung (diagungkan). Awal lahirnya kesenian ini yakni dari masa pengayauan / masa lampau, diantara kelompok-kelompok suku Dayak. Mengayau, berasal dari kata me – ngayau, yang berarti musuh (bahasa Dayak Iban). Tetapi jika mengayau mengandung pengertian khusus yakni suatu tindakan yang mencari kelompok lainnya (musuh) dengan cara menyerang dan memenggal kepala lawannya.

Pada masyarakat Dayak Mualang dimasa lampau para pahlawan yang pulang dari pengayauan dan menang dan membawa bukti perang berupa kepala manusia, merupakan tamu yang agung serta dianggap sebagai seorang yang mampu menjadi pahlawan bagi kelompoknya. Oleh sebab itu diadakanlah upacara “Ajat Temuai Datai”. Masyarakat Dayak percaya bahwa pada kepala seseorang menyimpan suatu semangat ataupun kekuatan jiwa yang dapat melindungi si empunya dan sukunya. Menurut J, U. Lontaan (Hukum Adat dan Adat Istiadat Kalimantan Barat 1974), ada empat tujuan dalam mengayau yakni: untuk melindungi pertanian, untuk mendapatkan tambahan daya jiwa, untuk balas dendam, dan sebagai daya tahan berdirinya suatu bangunan.

Setelah mendapatkan hasil dari mengayau, para pahlawan tidak boleh memasuki wilayah kampungnya, tetapi dengan cara memberikan tanda dalam bahasa Dayak Mualang disebut Nyelaing (teriakan khas Dayak) yang berbunyi Heeih !, sebanyak tujuh kali yang berarti pahlawan pulang dan menang dalam pengayauan dan memperoleh kepala lawan yang masih segar. Jika teriakan tersebut hanya tiga kali berarti para pahlawan menang dalam berperang atau mengayau tetapi jatuh korban dipihaknya. Jika hanya sekali berarti para pahlawan tidak mendapatkan apa-apa dan tidak diadakan penyambutan khusus. Setelah memberikan tanda nyelaing, para pengayau mengirimkan utusan untuk menemui pimpinan ataupun kepala sukunya agar mempersiapkan acara penyambutan.

Proses penyambutan ini, melalui tiga babak yakni: Ngiring Temuai (mengiringi tamu ataupun memandu tamu) sampai kedepan Rumah Panjai (rumah panggung yang panjang) proses ngiring temuai ini dilakukan dengan cara menari dan tarian ini dinamakan tari Ajat (penyambutan). Kemudian kepala suku mengunsai beras kuning (menghamburkan beras yang dicampur kunir / beras kuning) dan membacakan pesan atau mantera sebagai syarat mengundang Senggalang burong (burung keramat / burung petuah penyampai pesan kepada Petara atau Tuhannya).

Babak yang kedua yakni mancung buloh (menebaskan mandau atau parang guna memutuskan bambu), berarti bambu sengaja dibentangkan menutupi jalan masuk ke rumah panjai dan para tamu harus menebaskan mandaunya untuk memutuskan bambu tersebut sebagai simbol bebas dari rintangan yang menghalangi perjalanan tamu itu.

Babak yang ketiga adalah Nijak batu (menginjakkan tumitnya menyentuh sebuah batu yang direndam didalam air yang telah dipersiapkan), sebagai simbol kuatnya tekad dan tinginya martabat tamu itu sebagai seorang pahlawan yang disegani. Air pada rendaman batu tersebut diteteskan pada kepala tamu itu sebagai simbol keras dan kuatnya semangat dari batu itu diteladani oleh pahlawan atau tamu yang disambut.

Babak keempat yakni Tama’ Bilik (memasuki rumah panjai), setelah melalui prosesi babak diatas, maka tamu diijinkan naik ke rumah panjang dengan maksud menyucikan diri dalam upacara yang disebut Mulai Burung (mengembalikan semangat perang / mengusir roh jahat).

Dayak Lover



Kamis, 18 November 2010

Isi Pidato Lengkap Obama di Kampus UIDi Indonesia,

Di Indonesia, orang bebas memilih Tuhan yang ingin mereka sembah.

Berikut adalah terjemahan tak resmi dari pidato Presiden Amerika Serikat Barack Obama, yang melawat ke Jakarta, 9-10 November 2010. Pidato yang teks aslinya dalam bahasa Inggris ini disampaikan di Balairung Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat. Sekitar 7.500 orang, termasuk sejumlah menteri, tokoh politik, pengusaha, cedekiawan dan mahasiswa Indonesia hadir menyimak pidato bersejarah Barack Obama ini.]

*

Terima kasih atas sambutan yang hangat ini. Terima kasih kepada semua penduduk Jakarta. Dan terima kasih bagi seluruh bangsa Indonesia.

Saya senang akhirnya bisa berkunjung ke negeri ini dengan ditemani oleh Michelle. Tahun ini, kami telah dua kali gagal datang ke Indonesia. Namun, saya berkeras untuk menyambangi sebuah negeri yang amat bermakna bagi saya ini. Sayangnya, lawatan ini begitu singkat. Tapi saya berharap bisa datang lagi tahun depan pada saat Indonesia menjadi tuan rumah KTT Asia Timur.Sebelum berbicara lebih jauh, saya ingin menyampaikan bahwa doa dan perhatian kami tertuju kepada para korban bencana tsunami dan gunung meletus baru-baru ini, khususnya bagi mereka yang kehilangan orang tercinta serta tempat tinggal. Amerika Serikat senantiasa ada di sisi pemerintah dan bangsa Indonesia dalam menghadapi bencana alam ini, dan kami akan dengan senang hati menolong semampunya. Sebagaimana tetangga yang mengulurkan tangan kepada tetangganya yang lain, dan banyak keluarga menampung orang-orang yang kehilangan rumah, saya tahu bahwa kekuatan dan ketahanan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia akan sanggup mengangkat kalian keluar dari kesusahan ini.


Saya akan memulai dengan pernyataan sederhana: Indonesia bagian dari diri saya. Pertama kali saya bersentuhan dengan negeri ini adalah ketika ibu saya menikahi seorang pria Indonesia bernama Lolo Soetoro. Sebagai seorang bocah, saya terdampar di sebuah dunia yang berbeda. Namun, orang-orang di sini membuat saya merasa berada di rumah saya sendiri.

Pada masa itu, Jakarta terlihat begitu berbeda. Kota ini disesaki gedung-gedung yang tak begitu tinggi. Hotel Indonesia adalah salah satu bangunan tinggi. Kala itu, ada sebuah pusat perbelanjaan baru bernama Sarinah. Jumlah becak jauh lebih banyak daripada kendaraan bermotor. Dan jalan raya tersisih oleh jalan-jalan kampung tak beraspal.

Kami tinggal di Menteng Dalam, pada sebuah rumah mungil yang halamannya ditumbuhi sebatang pohon mangga. Saya belajar mencintai Indonesia pada saat menerbangkan layang-layang, berlarian di sepanjang pematang sawah, menangkap capung, dan jajan sate atau bakso dari pedagang keliling. Yang paling saya kenangkan adalah orang-orangnya: lelaki dan perempuan sepuh yang menyapa kami dengan senyumnya; anak-anak yang membuat seorang asing seperti saya jadi seperti tetangga; dan guru-guru yang mengajarkan keluasan dunia.

Karena Indonesia terdiri dari ribuan pulau, ratusan bahasa, dan orang-orang dari berbagai daerah dan suku, periode saya tinggal di negeri ini melapangkan jalan bagi saya menghargai kemanusiaan. Walau ayah tiri saya, sebagaimana orang Indonesia umumnya, dibesarkan sebagai seorang Muslim, ia sepenuhnya percaya bahwa semua agama patut dihargai secara setara. Dengan cara itu, ia mencerminkan semangat toleransi keberagamaan yang diabadikan dalam Undang-undang Dasar Indonesia yang tetap menjadi salah satu ciri negeri ini, yang tentunya memberi inspirasi.

Saya tinggal di kota ini selama bertahun-tahun -- sungguh suatu masa yang membentuk masa kecil saya; suatu masa yang menjadi saksi bagi kelahiran adik saya yang manis, Maya; dan suatu masa yang telah memesona ibu saya sehingga ia terus-menerus menghampiri Indonesia 20 tahun kemudian untuk tinggal, bekerja dan bepergian - mengejar hasratnya mendorong terbukanya kesempatan di pedesaan Indonesia khususnya bagi perempuan. Sepanjang hidupnya, negeri ini, beserta orang-orangnya, tetap tersimpan di hati ibu saya.

Begitu banyak yang berubah dalam empat dekade ini sejak saya kembali ke Hawaii. Jika kalian bertanya kepada saya - atau teman sekolah pada masa itu yang mengenal saya - saya yakin tak ada di antara kami yang mampu menyangka bahwa saya akan kembali ke negeri ini sebagai Presiden Amerika Serikat. Dan beberapa orang semestinya bisa meramalkan kisah luar biasa yang melibatkan Indonesia dalam empat dekade terakhir.

Jakarta yang dahulu saya kenal kini telah berkembang menjadi sebuah kota yang dijejali hampir sepuluh juta manusia, gedung-gedung pencakar langit yang membuat Hotel Indonesia terlihat kerdil, serta pusat-pusat kebudayaan dan perdagangan. Dulu saya dan kawan-kawan semasa kanak biasa berkejar-kejaran di lapangan ditemani kerbau dan kambing. Kini, generasi baru Indonesia termasuk dalam golongan paling terhubung dalam jagat komunikasi dunia melalui telepon genggam dan media sosial. Dulu, Indonesia sebagai bangsa yang masih muda berfokus ke dalam. Kini, bangsa ini memainkan peran penting di kawasan Asia-Pasifik dan ekonomi global.

Perubahan ini menjangkau ranah politik. Waktu ayah tiri saya masih kanak, ia menyaksikan ayah dan abangnya pergi berperang dan tewas demi kemerdekaan Indonesia. Saya lega bisa ada di sini tepat ketika Hari Pahlawan untuk mengingat jasa begitu banyak orang Indonesia yang rela berkorban demi negara yang besar ini.

Ketika saya pindah ke Jakarta pada tahun 1967, beberapa daerah di negeri ini baru saja mengalami penderitaan dan konflik yang hebat. Meski ayah tiri saya pernah menjadi seorang tentara, kekerasan dan pembantaian yang terjadi pada masa kekisruhan politik itu tak dapat saya pahami karena keluarga Indonesia dan teman-teman saya memilih bungkam. Di dalam rumah tangga saya, seperti keluarga Indonesia umumnya, peristiwa itu hadir secara sembunyi-sembunyi. Bangsa Indonesia merdeka, tapi rasa takut senantiasa mengikuti.

Pada masa-masa sesudahnya, Indonesia memilih jalurnya sendiri melalui tranformasi demokratis yang luar biasa - dari pemerintahan tangan besi, ke pemerintahan rakyat. Tahun-tahun belakangan, dunia menyaksikan dengan harapan dan rasa kagum usaha bangsa Indonesia merengkuh peralihan kekuasaan dengan jalan damai dan pemilihan kepala negara serta daerah secara langsung. Ketika demokrasi di negeri ini disimbolkan oleh terpilihnya Presiden dan wakil rakyat, ketika itu pula demokrasi dijalankan dan dipelihara melalui kontrol dan keseimbangan (check dan balance): Sebuah masyarakat madani, partai dan serikat politik yang madani; media dan warga negara penuh semangat yang telah yakin bahwa - di dalam Indonesia - tak ada lagi jalan memutar.

Bahkan ketika tanah tempat kemudaan saya pernah berlalu ini telah berubah banyak, hal-hal yang pernah saya pelajari untuk mencintai Indonesia - semangat toleransi yang tercantum dalam Undang-undang Dasar dan terpacak melalui masjid, gereja dan candi, pun tertanam dalam darah bangsa - masih mengalir di tubuh saya. Bhinneka Tunggal Ika - persatuan dalam keragaman. Falsafah itu merupakan pondasi yang dicontohkan Indonesia kepada dunia. Itu sebabnya Indonesia akan memainkan peran penting pada abad ke-21.

Hari ini, saya kembali ke Indonesia sebagai seorang sahabat sekaligus Presiden yang mengharapkan terjalinnya kerja sama erat antar kedua negara. Sebagai negara yang luas dan majemuk, berdamping-dampingan dengan Samudera Pasifik dan, di atas itu semua, demokrasi, Amerika Serikat dan Indonesia ditakdirkan bersama oleh kepentingan dan nilai-nilai yang sama.

Kemarin, Presiden Yudhoyono dan saya menyetujui Kerja Sama Komprehensif yang baru antara Amerika Serikat dan Indonesia. Pemerintahan kedua negara mempererat hubungan di berbagai bidang dan, yang juga penting, memperkuat hubungan antar bangsa. Kerja sama ini tentunya berdasar atas rasa saling membutuhkan dan saling menghormati.

Dengan sisa waktu yang saya miliki hari ini, saya ingin berbagi tentang mengapa kisah yang baru saja saya utarakan begitu penting bagi Amerika Serikat dan dunia. Saya ingin menitikberatkan pembahasan pada tiga hal yang saling berkait-erat serta mendasar bagi kemajuan manusia: Pembangunan, demokrasi dan agama.

Pertama, persahabatan yang terjalin antara Amerika Serikat dan Indonesia dapat memajukan pembangunan yang saling menguntungkan.

Ketika saya hidup di Indonesia, sulit membayangkan sebuah masa depan dimana kemakmuran yang dirasakan oleh banyak keluarga di Chicago dan Jakarta akan berhubungan. Kini, kita ada pada zaman ekonomi global. Bangsa Indonesia telah merasakan risiko dan harapan dari globalisasi: Mulai dari krisis ekonomi Asia yang terjadi pada akhir tahun 1990, dan jutaan orang yang berhasil bangkit dari kemiskinan. Artinya, dan yang akhirnya kita pelajari dari krisis ekonomi barusan, masing-masing dari kita memiliki sumbangsih pada keberhasilan yang diraih pihak lain.

Amerika memiliki sumbangsih terhadap sebagian dari Indonesia yang merasakan kemakmuran, karena tumbuhnya kelas menengah di sini juga berarti timbulnya pasar bagi produk-produk kami seperti juga Amerika merupakan pasar bagi Indonesia. Karena itu, kami menanamkan modal lebih banyak di Indonesia. Ekspor dari Amerika telah naik 50 persen, dan kami membuka pintu bagi pengusaha Amerika dan Indonesia untuk saling berhubungan.

Amerika memiliki sumbangsih terhadap Indonesia, yang memainkan peranannya dalam perekonomian global. Hari-hari ketika tujuh atau delapan negara membentuk kelompok dan menentukan arah perekonomian dunia telah berlalu. Karena itulah saat ini G-20 telah menjadi pusat kerja sama ekonomi internasional: Hal yang memungkinkan negeri seperti Indonesia memiliki suara lebih nyaring dan tanggung jawab lebih besar. Melalui kepemimpinan Indonesia di dalam kelompok G-20 yang memerangi korupsi, negeri ini harus ada di depan pada panggung dunia dengan memberikan contoh baik dalam mempraktikkan transparansi dan akuntabilitas.

Amerika memiliki sumbangsih terhadap Indonesia yang mengejar pembangunan berkelanjutan. Karena cara kita bertumbuh akan mempengaruhi kualitas hidup kita serta kesejahteraan planet yang kita diami. Karena itulah kita mengembangkan teknologi untuk menghasilkan energi bersih yang mampu menopang industri dan menjaga sumber daya alam Indonesia. Amerika menyambut kepemimpinan negeri anda dalam usaha global memerangi perubahan iklim.

Di atas itu semua, Amerika memiliki sumbangsih terhadap keberhasilan manusia Indonesia. Kita harus membangun jembatan yang menghubungkan kedua bangsa karena kita akan berbagi jaminan dan kemakmuran di masa nanti. Itu yang kini sedang kita rintis: Meningkatkan kolaborasi antara ilmuwan dan peneliti kita serta bekerja sama memelihara kewirausahaan. Saya pribadi puas karena kita berhasil meningkatkan jumlah pelajar Amerika dan Indonesia yang meneruskan pendidikan di universitas-universitas yang ada pada kedua negara.

Baru saja saya bicarakan masalah-masalah penting dalam kehidupan kita. Lagipula, pembangunan tak melulu hanya berhubungan dengan tingkat pertumbuhan dan angka-angka dalam neraca. Pembangunan juga menyangkut bagaimana seorang anak mampu mempelajari keahlian yang mereka butuhkan untuk menghadapi dunia yang selalu berubah. Pembangunan berkaitan dengan bagaimana gagasan baik dapat diwujudkan dan tak tercemar dengan korupsi. Pembangunan juga berhubungan dengan bagaiman kekuatan-kekuatan yang telah mengubah Jakarta yang pernah saya kenal - teknologi, perdagangan, arus keluar-masuk orang dan barang - mampu membuat hidup orang jadi lebih baik: Kehidupan uang ditandai dengan martabat dan kesempatan.

Pembangunan semacam itu tak mampu dipisahkan dari demokrasi.

Kini, kita sering mendengar bahwa demokrasi menghalangi pertumbuhan ekonomi. Ini bukanlah alasan baru. Orang akan berkata, khususnya di tengah perubahan dan kondisi ekonomi tak menentu, bahwa pembangunan akan lebih mudah dijalankan dengan mengorbankan hak asasi manusia. Tapi, saya tak melihat itu di India, juga Indonesia. Apa yang kalian telah raih menunjukkan bahwa demokrasi dan pembangunan saling menopang.

Seperti laiknya demokrasi di negara lain, halangan selalu merintangi. Amerika juga mengalaminya. Undang-undang Dasar yang kami miliki menyatakan upaya untuk menempa "penyatuan lebih sempurna." Kami telah menempuh perjalanan untuk meraih itu. Kami melewati Perang Saudara dan berjuang menegakkan hak-hak pribadi warga negara Amerika Serikat. Usaha itu kemudian membuat kami lebih kuat dan sejahtera serta menjadi sebuah masyarakat yang lebih adil dan bebas.

Seperti negara lain yang bangkit dari pemerintahan kolonial di abad lalu, Indonesia berjuang dan berkorban demi memiliki hak menentukan nasib sendiri. Itulah makna Hari Pahlawan sesungguhnya: Sebuah Indonesia yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Tapi, secara bersamaan, kemerdekaan yang telah didapatkan itu tak pula berarti menggantikan kekuatan kolonial dengan kekuatan pemerintahan lokal.

Tentunya, demokrasi morat-marit. Tak semua pihak menyukai hasil akhir suatu pemilihan umum. Kalian semua mengalami segala suka dan duka. Namun, perjalanan itu patut dilewati karena tak hanya melulu mengenai surat suara. Butuh lembaga yang kuat untuk mengontrol pemusatan kekuatan. Butuh pasar terbuka untuk memungkinkan banyak individu maju. Butuh pers dan sistem peradilan yang independen. Butuh masyarakat terbuka dan warga negara yang aktif untuk melawan ketimpangan dan ketidakadilan.

Yang demikian adalah kekuatan yang akan mendorong Indonesia. Korupsi harus dilawan. Komitmen pada keterbukaan, yang memungkinkan tiap warga memiliki sumbangsih terhadap pemerintahannya, mesti ada. Kepercayaan bahwa kemerdekaan yang telah direbut merupakan hal yang tetap menyatukan negeri ini harus ditumbuhkan.

Itu adalah pesan dari manusia Indonesia yang telah memajukan kisah demokratis ini: Dari mereka yang berperang di Surabaya 55 tahun lampau; kepada para mahasiswa yang tergabung dalam demonstrasi tahun 1990an; kepada para pemimpin yang telah berhasil menjalani transisi kekuasaan secara damai pada awal abad ini. Karena, akhirnya, para warga negara memiliki hak untuk menyatukan Nusantara, yang membentang sepanjang Sabang dan Merauke: Sebuah penegasan bahwa setiap bayi yang lahir di negeri ini wajib diperlakukan dengan adil meski mereka berketurunan Jawa, Aceh, Bali atau Papua.

Upaya-upaya semacam itu ditunjukkan Indonesia kepada dunia. Negeri ini berinisiatif membentuk Forum Demokrasi Bali, sebuah forum bagi negara-negara untuk berbagi pengalaman dalam menjaga demokrasi. Indonesia juga telah berusaha menekan ASEAN memperhatikan hak asasi manusia. Bangsa-bangsa di Asia Tenggara berhak menentukan takdirnya sendiri dan Amerika Serikat akan mendukung upaya itu. Namun, warga Asia Tenggara harus pula memiliki hak menentukan nasib mereka sendiri. Itu sebabnya kami mengutuk pemilihan umum di Burma, yang jauh dari kebebasan maupun keadilan. Itu sebabnya kami menyokong masyarakat madani yang penuh semangat di negeri ini. Tidak ada alasan untuk mencegah penegakan hak asasi manusia di manapun.

Itulah pembangunan dan demokrasi - gagasan bahwa ada nilai-nilai yang sifatnya universal. Kemakmuran tanpa kemerdekaan adalah bentuk lain dari kemiskinan. Manusia memiliki cita-cita bersama: Kebebasan untuk tahu bahwa pemimpinmu bertanggung jawab atasmu dan bahwa anda takkan dibui bila memiliki pandangan yang berseberangan dengannya. Anda memiliki kesempatan belajar dan bekerja dengan kemuliaan. Anda bebas menjalankan kepercayaan yang anda anut tanpa takut dikucilkan.

Agama merupakan topik terakhir yang akan saya bicarakan hari ini dan, seperti layaknya demokrasi dan pembangunan, merupakan hal mendasar bagi kisah Indonesia.

Seperti negara Asia lain yang saya kunjungi, Indonesia tenggelam dalam spiritualitas: Sebuah tempat manusia menyembah Tuhan dengan berbagai cara. Sejalan dengan keberagamannya, Indonesia juga negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia - hal yang telah saya ketahui sejak kecil ketika mendengar lantunan azan di Jakarta.

Suatu Individu tak hanya didefinisikan berdasarkan kepercayaannya. Begitu pula Indonesia. Negeri ini tidak hanya ditetapkan berdasarkan penduduk Muslimnya. Kita juga tahu bahwa hubungan antara Amerika Serikat dan masyarakat Islam telah lama rusak. Sebagai Presiden, saya mendahulukan perbaikan atas hubungan yang rusak ini. Salah satu upaya itu adalah kunjungan ke Kairo pada bulan Juni yang lalu dan keinginan untuk memulai lagi hubungan yang baru antara Amerika Serikat dan umat Islam sedunia.

Waktu itu saya bilang, dan akan saya ulangi sekarang, bahwa tak ada satu pidato pun yang dapat menghapuskan tahun-tahun penuh ketidakpercayaan. Tapi waktu itu saya percaya, demikian pula sekarang, bahwa kita punya pilihan. Kita bisa memilih untuk bisa menetapkan diri kita berdasarkan perbedaan-perbedaan yang kita miliki dan menyerah pada masa depan yang penuh kecurigaan dan ketidakpercayaan. Atau kita bisa memilih untuk bekerja keras demi memelihara persamaan hak. Saya berjanji, apapun rintangannya, Amerika Serikat akan berkomitmen memajukan manusia. Itulah kami. Kami telah melakukannya. Kami akan terus menjalankannya.

Kami tahu baik masalah-masalah yang menyebabkan adanya tekanan bertahun-tahun ini. Kami telah menciptakan kemajuan setelah 17 bulan pemerintahan. Tapi, pekerjaan belum selesai.

Banyak warga tak berdosa di Amerika, Indonesia dan belahan dunia lainnya masih menjadi target kaum ekstremis. Saya telah menegaskan bahwa Amerika tidak sedang memerangi, dan takkan terlibat perang dengan, Islam. Namun, kita semua harus menghancurkan Al-Qaeda dan antek-anteknya. Siapapun yang ingin membangun tak boleh bekerja sama dengan teroris. Ini bukanlah tugas Amerika sendiri. Indonesia telah berhasil memerangi para teroris dan aliran garis keras.

Di Afghanistan, kami terus bekerja bersama beberapa negara untuk membantu pemerintah Afghanistan meretas masa depannya. Kepentingan kami di sana adalah memungkinkan terwujudnya perdamaian yang pada akhirnya mampu memunculkan harapan bagi negeri itu.

Kami juga telah mencatat kemajuan dalam salah satu komitmen utama kami: Upaya mengakhiri perang di Irak. 100 ribu tentara Amerika telah meninggalkan negeri itu. Penduduk Irak telah memiliki tanggung jawab penuh atas keamanan mereka. Kami terus mendukung Irak dalam prosesnya membentuk pemerintahan yang inklusif. Kami juga akan memulangkan seluruh tentara AS.

Di Timur Tengah, kami telah menghadapi permulaan yang gagal serta halangan. Namun, kami juga terus menjaga upaya merengkuh perdamaian. Bangsa Israel dan Palestina memulai kembali perundingan. Namun, masih ada masalah besar di sana. Ilusi bahwa kedamaian dan keamanan akan datang dengan mudah tak boleh muncul. Tapi, singkirkanlah keragu-raguan: Kami takkan menyia-nyiakan kesempatan untuk memperoleh hasil yang adil bagi semua pihak yang bertikai: Dua negara, Israel dan Palestina, hidup berdampingan secara damai dan sentosa.

Penyelesaian atas masalah-masalah itu memiliki taruhan yang besar. Dunia yang kita huni telah menjadi kian kecil. Sementara kekuatan-kekuatan yang menghubungkan kita membuka kesempatan, kekuatan-kekuatan itu juga menyokong pihak yang ingin menghambat kemajuan. Sebuah bom di tengah pasar melumpuhkan kegiatan jual-beli. Sepotong gosip dapat mengaburkan kebenaran dan memicu kekerasan di tengah masyarakat yang sebelumnya hidup rukun. Di zaman ini, ketika perubahan begitu cepat dan berbagai budaya berbenturan, apa yang kita bagikan sebagai manusia dapat musnah.

Saya percaya bahwa sejarah Indonesia dan Amerika mampu memberikan kita harapan. Kisah keduanya tertulis dalam semboyan yang dimiliki oleh negara kita masing-masing. E pluribus unum - beragam tapi bersatu. Bhinneka Tunggal Ika - persatuan dalam keberagaman. Kita dua bangsa yang mengambil jalan masing-masing. Namun kedua negara ini menunjukkan bahwa ratusan juta orang yang memiliki kepercayaan berbeda mampu bersatu dengan merdeka di bawah satu bendera. Dan kita sekarang membangun kemanusiaan melalui anak-anak muda yang akan melalui pendidikan di sekolah masing-masing; melalui wirausahawan yang saling berhubungan demi meraih kemakmuran; dan melalui upaya kita memeluk nilai-nilai demokrasi serta cita-cita manusiawi.

Tadi saya mampir ke Masjid Istiqlal. Rumah ibadah itu masih dalam pengerjaan ketika saya tinggal di Jakarta. Saya mengagumi menaranya yang menjulang, kubah yang megah, serta tempatnya yang lapang. Namun, nama serta sejarahnya juga menjadi saksi kebesaran Indonesia. Istiqlal maknanya kemerdekaan. Bangunan itu sebagiannya merupakan wasiat perjuangan sebuah bangsa menuju kemerdekaan. Terlebih lagi, masjid itu dibangun oleh seorang arsitek Kristen.

Itulah semangat Indonesia. Itulah pesan yang diimbuhkan dalam Pancasila. Di sebuah negeri kepulauan yang berisi beberapa ciptaan Tuhan yang paling elok, pulau-pulau yang menyembul dari samudera, orang bebas memilih Tuhan yang ingin mereka sembah. Islam berkembang, begitu pula ajaran lain. Pembangunan diperkuat oleh demokrasi yang sedang berkembang. Tradisi purba terpelihara meski sebuah kekuatan sedang lahir.

Tapi bukan berarti Indonesia negeri sempurna. Tak ada satu negeri pun yang bisa. Tapi di sini ras, wilayah, dan agama yang berbeda mampu dijembatani. Sebagai seorang bocah yang berasal dari suatu ras dan datang dari sebuah negeri yang jauh, saya menemukan semangat untuk melihat diri sebagai seorang individu dalam ucapan "Selamat Datang". Sebagai seorang pemeluk Kristiani yang mengunjungi masjid, saya mengutip pendapat seseorang yang ditanyai tentang kunjungan saya: "Orang Islam juga boleh masuk gereja. Kita semua adalah umat Tuhan."

Ungkapan itu mencetuskan gagasan bahwa sifat ketuhanan ada di dalam diri kita. Kita tak boleh menyerah pada penyangkalan atau sinisisme atau keputusasaan. Kisah yang melibatkan Indonesia dan Amerika menunjukkan kepada kita bahwa sejarah mengikuti perkembangan manusia; bahwa persatuan lebih kuat daripada perpecahan; dan bahwa warga dunia dapat hidup dengan damai. Semoga kedua negeri kita dapat terus bekerja sama, dengan kepercayaan dan determinasi, menyebarkan kebenaran-kebenaran ini dengan seluruh manusia. *

Sumber : Stefanus Teddy Valentino